Bagikan:

JAKARTA - Aksi demonstasi mahasiswa menentang serangan Israel ke Palestina di Universitas Columbia Amerika Serikat (AS) merembet ke sejumlah kampus ternama di Perancis.

Mahasiswa Universitas Sciences Po di Paris melakukan unjuk rasa meminta dunia perhatian terhadap kemanusiaan di Palestina dengan menentang agresi Israel.

Mereka juga meminta pihak kampus memutus hubungan keuangan dan dana riset dari lembaga atau perusahaan terafiliasi dengan Israel, yang dianggap ikut bertanggungjawab terhadap tewasnya 34.500 warga Palestina --sebagian besar perempuan dan anak-anak-- sejak agresi militer Israel di Gaza pada Oktober 2023.

Unjuk rasa di Universitas Sciences Po dilakukan sejak Rabu 24 April. Beberapa jam setelah demonstrasi dimulai, Rektor Universitas Sciences Po Jean Basseres memanggil polisi huru hara. Hal ini menjadi momen tidak biasa di Perancis lantaran polisi jarang menginjakkan kaki di universitas di negara tersebut.

Meskipun tidak ada penangkapan, menurut beberapa mahasiswa dan dosen keputusan Rektor itu melanggar garis merah. Protes lantas berlanjut pada hari Kamis 25 April dengan beberapa orang berkemah semalaman.

Ismail, seorang mahasiswa master di Sciences Po yang ikut dalam aksi demonstrasi tersebut mengatakan sejumlah tindakan intimidasi telah dilancarkan namun tekadnya menyuarakan penolakan terhadap aksi militerisme Israel di Palestina tidak dapat dibendung.

“[Pejabat universitas] memberi tahu bahwa kami bisa dikeluarkan, bahwa direktur akan memanggil petugas polisi huru hara lagi, dan kami tidak akan mendapatkan ijazah,” katanya kepada Al Jazeera, Selasa 30 April.

“Secara pribadi, saya tidak takut. Saya berpotensi menghadapi sanksi disipliner dari universitas yang terlibat dalam genosida. Jika itu adalah sesuatu yang harus saya pertaruhkan, saya akan melakukannya,” sambung Ismail

Sciences Po diketahui menjalin kemitraan dengan beberapa universitas di Timur Tengah, termasuk Universitas Tel Aviv di Israel. Sementara beberapa mahasiswa sarjana dan pascasarjana belajar dalam program pertukaran di Israel.

Unjuk rasa sebagai pengungkapan solidaritas terhadap rakyat Palestina ini pecah ke sejumlah kampus-kampus usai dilakukan mahasiswa Universitas Columbia sejak kurang lebih dua pekan lalu.

Kampus-kampus itu di AS seperti Universitas California, Universitas Harvard, Universitas Yale, Universitas Utah, Universitas New York, Universitas North Carolina, Massachussetts Instituteof Technology (MIT), Universitas Texas, Universitas Emory Atlanta dan Universitas George Washington.

Konsentrasi massa mahasiswa juga muncul di Australia di antaranya di Universitas Melbourne dan Universitas Sydney.

Selain demostrasi, para mahasiswa juga mendirikan tenda-tenda di taman-taman kampus mereka untuk diduduki sebagai aksi protes dan peningkatan kewaspadaan.

Respons Aparat Represif

Aksi demonstrasi di kampus-kampus menentang serangan Israel di Gaza ini tak lepas dari tindakan respresif aparat.

Aparat melakukan kekerasan berlebihan dengan menggunakan gas air mata dan senjara kejut listrik untuk membubarkan demo yang berlangsung di sejumlah kampus di AS, seperti di Universitas Emory Atlanta.

Dalam sejumlah dokumentasi di media dan media sosial, terlihat aparat memakai pakaian antihuru-hara hingga menenteng senjata semi otomatis untuk mengendalikan massa.

Bahkan dalam rekaman media, aparat membanting mahasiswa ke tanah dengan kasar seperti menangkap pelaku kriminal.

Dari tindakan agresif aparat itu, banyak mahasiswa peserta demo pro Palestina ditangkap.