Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid mengungkapkan dihalangi sejumlah oknum saat hendak melakukan konferensi pers (konpers) di Menara Kadin, Jakarta Selatan (Jaksel).

Konferensi pers pengurus Kadin Indonesia periode 2021-2026 yang sedianya berlangsung di Menara Kadin akhirnya dipindahkan ke Hotel JS Luwansa, Jakarta.

"Sebelumnya kami berencana mengadakan Konpers di lantai 3 Gedung Kadin. Sayang sekali pengurus sah Kadin 2021-2016. Kami dihalangi untuk masuk oleh oknum-oknum tidak berkepentingan dengan agenda keberlanjutan Kadin Indonesia. Saya yakin bahwa teman-teman menunggu pernyataan sikap dari kami atas dinamika terjadi," Arsjad dalam konferensi pers di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Minggu, 15 September. 

Arsjad menegaskan kegiatan Munaslub Kadin 2024 yang diselenggarakan di St Regis, pada Sabtu, 14 September 2024 ilegal. Menurutnya, ada upaya pengambilalihan kepengurusan Kadin dengan menyalahi aturan yang berlaku.

Menurut Arsjad, tindakan tersebut sangat melanggar aturan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang berlaku dan bertentangan dengan dasar hukum yang mengatur keberadaan Kadin sebagai satu-satunya organisasi dunia usaha yang sah di Indonesia.

"Sesuai aturan yang ada, bahwa kami tidak mengakui terjadinya Munaslub di Sabtu lalu," ungkapnya. 

Arsjad menambahkan, Kadin Indonesia adalah rumah bagi para pelaku usaha yang diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1987 dan diperkuat oleh Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2020. 

"Hanya ada satu organisasi dunia usaha yang sah di Indonesia, dan Kadin Indonesia adalah organisasi yang lahir dari UU ditegaskan Keppres 18/2020 dan punya landasan hukum yang kuat melalui AD/ART. Kami menyesalkan adanya kegiatan yang melanggar UU dan Kepres itu," tegasnya. 

Selain itu, Arsjad mengungkapkan rasa kekecewaannya terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam upaya tersebut lantaran Kadin Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat. 

"Kami sangat menyesalkan tindakan yang melanggar hukum ini. Kadin Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat, baik dari Undang-Undang maupun Keputusan Presiden, sehingga upaya ini jelas tidak dapat dibenarkan," tegasnya.