Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta mengajak masyarakat untuk menggunakan hak pilih dan tidak melakukan golongan putih (golput) saat Pilkada 2024.

Hal ini disampaikan merespons viralnya gerakan coblos tiga pasangan calon (paslon) di media sosial (medsos).

“Kami berharap warga Jakarta justru berbondong-bondong datang ke TPS. Ini kesempatan momentum pasca-UU Jakarta nomor 2 tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) tidak lagi menjadi ibu kota Jakarta maka masa depan Jakarta itu berada di tangan masyarakat,” kata Ketua Divisi Teknis KPU Jakarta, Dody Wijaya saat dijumpai di kantor KPU DKI Jakarta, Jumat, 13 September, disitat Antara.

Lebih detail, Doddy menuturkan, jika masyarakat tidak hadir ke TPS saat Pilkada, suaranya juga tidak dihitung sebagai pemenang.

Doddy memberikan contoh, apabila ada 100 warga, 50 orang melakukan golput dan 50 orang lainnya tidak hadir ke TPS, kemudian setelah dihitung terdapat 20 suara yang tidak sah, maka yang menentukan kemenangan adalah 30 suara lainnya.

“Kalau di Jakarta ditambah 50 persen plus satu dari total suara sah,” kata Doddy.

Artinya, lanjut dia, gerakan golput atau gerakan coblos semua paslon ini tidak punya makna dalam Pilkada. Doddy mengatakan, justru gerakan ini tidak mempengaruhi kemenangan paslon.

“Malah dalam hal sederhana lebih mudah paslon untuk menang karena hanya memperebutkan tadi, kira-kira 30 suara dalam analogi 100 suara tadi,” kata Doddy.

Di sisi lain, Anggota KPU DKI Astri Megatari mengatakan pihaknya akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pilkada 2024 sehingga dapat menggunakan hak pilihnya dengan baik dan benar.

"Kami yakin dan kami optimistis bahwa warga Jakarta sekarang cerdas-cerdas, kritis-kritis dan semuanya bisa menilai ketiga paslon ini dengan pikiran dan pandangan yang terbuka,” ujar Astri.

Astri mengatakan, pihaknya juga optimistis dengan melihat profil warga Jakarta yang saat ini semakin berkembang serta melek digital.

​​​​​​​Astri menilai, hal ini justru membuat masyarakat Jakarta semakin kritis dalam memilih siapa yang akan memimpin Jakarta lima tahun ke depan.