JAKARTA - Direktur Teknologi Informasi dan Operasi PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BNI) YB Hariantono mengatakan pihaknya menaruh perhatian lebih dalam menyikapi keamanan data (data privacy) terkait dengan dorongan digitalisasi yang begitu kuat belakangan ini.
Menurut dia, fenomena masuknya pemain baru di luar perbankan yang turut bergerak dalam bisnis jasa keuangan membuat keamanan data menjadi cukup riskan. Hariantono menilai pihaknya sebagai institusi perbankan eksisting hanya menjalani kegiatan usaha yang sesuai dengan kaidah bisnis yang telah ditetapkan.
“Kenapa kami concern terhadap data privacy? Karena bank itu sebagai penyedia layanan only do banking services. Tetapi sekarangkan pemain-pemain lain, seperti online commerce itu boleh masuk dalam banking services,” ujarnya dalam webinar bertajuk Indonesia Data And Economic Virtual Forum yang diselenggarakan oleh Katadata, Rabu, 24 Maret.
Hariantono menambahkan, saat institusi nonbank tersebut memperluas kegiatan usahanya menjadi perbankan maka salah satu bagian yang diincar adalah mengejar bisnis dari data pelanggan yang dihimpun (leverage customer based).
“Jadi costumer data itu akan menjadi very liquid karena mereka punya kepentingan bisnis, privasi data konsumen akan mengalir ke mana-mana,” tuturnya.
Meski demikian, dia merasa bahwa kondisi tersebut merupakan sebuah tantangan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan kepada nasabah.
“Dengan kita terjun di kompetisi terbuka seperti menghadapi fintech dan segala macam, BNI tetap positif dan termotivasi untuk bisa bersaing secara lincah,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut bos dari bank pelat merah itu menyampaikan pula bahwa regulator perbankan, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) telah mendukung secara penuh proses digitalisasi perbankan di era industri 4.0.
BACA JUGA:
“Saya melihat regulator sangat sportif untuk mendorong digitalisasi. Kami juga menilai dari seluruh regulasinya sudah disiapkan, di mana semuanya sudah open, sudah diberi kemudahan untuk going digital. Tetapi sisi lain yang harus dilihat adalah playing field-nya harus selevel,” jelas dia.
Untuk diketahui, salah satu perusahaan startup dalam negeri yang bergerak dalam bidang jasa transportasi Gojek, tercatat telah membeli 22 persen saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) pada akhir 2020. Bank Jago sendiri merupakan bank berbasis teknologi di Indonesia yang sebelumnya bernama Bank Artos Indonesia.
Dalam perkembangannya, mencuat kabar bahwa Gojek akan melakukan peleburan usaha (merger) dengan salah satu raksasa e-commerce di dalam negeri, yakni Tokopedia. Namun, rumor itu masih belum bisa dipastikan lantaran masing-masing pihak masih menahan diri dalam memberikan keterangan.
Dalam sebuah laporan disebutkan bahwa apabila rencana strategis Gojek dan Tokopedia berjalan mulus, maka entitas usaha hasil merger tersebut akan menjadi korporasi paling berharga ketiga setelah PT Bank Central Asia Tbk (BCA) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI).