Sri Mulyani Dudukan Masalah Transaksi Rp300 Triliun Usai Bertemu Mahfud MD
Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto: Tangkap layar saluran virtual)

Bagikan:

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani hari ini diketahui menyambangi kantor Kemenko Polhukam untuk bertemu dengan Menteri Mahfud MD.

Dalam konferensi pers usai pertemuan, Menkeu memberikan klarifikasi terkait dengan informasi transaksi mencurigakan Rp300 triliun yang diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang di lingkungan Kementerian Keuangan.

“Pak Ivan sebagai Kepala PPATK mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan pada 7 Maret 2023. Surat ini bernomor SR/2748/AP.01.01/III/2023. Surat dari Kepala PPATK ini berisi seluruh surat-surat PPATK kepada Kementerian Keuangan, terutama Inspektorat Jenderal,” ujarnya kepada awak media di Jakarta pada Senin, 20 Maret.

Menurut Menkeu, surat tersebut merupakan kumpulan dari periode 2009 hingga 2023 dengan jumlah 196 surat. Dijelaskan bahwa ratusan surat itu tidak mencantumkan adanya angka maupun nominal transaksi.

“Jadi dalam hal ini hanya berisi nomor surat, tanggal, nama-nama orang yang ditulis PPATK dan kemudian tindak lanjut Kementerian Keuangan,” tuturnya.

Menkeu menambahkan, atas semua surat itu pihaknya telah melakukan langkah tindak lanjut.

“Makanya dari mulai dulu Gayus (terdakwa pajak) sampai dengan sekarang. Ada yang terkena sanksi, ada penjara, ada juga yang diturunkan pangkat. Jadi kami menggunakan PP 94 Tahun 2010 mengenai ASN,” katanya.

Menkeu melanjutkan, beberapa waktu terakhir kemudian muncul statement mengenai surat PPATK yang tertera transaksi mencurigakan Rp300 triliun. Dia memastikan Kemenkeu belum menerima surat yang dimaksud.

“Makanya pada hari Sabtu yang lalu, saya bersama Pak Menko (Mahfud MD) melakukan statement publik bahwa kami belum menerima surat PPATK yang berisi angka. Pak Ivan baru mengirimkan surat pada tanggal 13 Maret. Jadi, waktu saya menyampaikan dengan Pak Menko di Kementerian Keuangan adalah tanggal 11 Maret dan belum menerima,” ucapnya.

“Kami baru menerima surat kedua dari Kepala PPATK Nomor SR/3160/AT.01.01/III/2023 yang berisi rekapitulasi data hasil analisa dan hasil pemeriksaan serta informasi transaksi keuangan berkaitan dengan tugas dan fungsi untuk Kemenkeu 2009-2023. Lampirannya itu daftar surat yang ada disitu 3.00 surat dengan nilai transaksi Rp349 triliun,” sambung dia.

Atas hal tersebut, Menkeu menyampaikan beberapa poin yang menjadi perhatian. Pertama, dari 300 surat tadi, 65 surat adalah berisi transaksi keuangan dari perusahaan atau badan atau perorangan yang tidak ada di dalamnya ada orang Kementerian Keuangan.

“Jadi ini transaksi ekonomi yang dilakukan oleh perusahaan atau badan atau perseorangan tadi. Namun karena menyangkut tugas fungsi Kemenkeu, terutama menyangkut ekspor impor, maka kemudian dia dikirimkan oleh PPATK kepada kami. Sebanyak 65 surat itu nilainya Rp253 triliun. Artinya, PPATK menengarai adanya transaksi di dalam perekonomian, entah itu perdagangan, entah itu pergantian properti, yang ditengarai ada mencurigakan dan itu kemudian dikirim ke Kemenkeu yang kemudian kami bisa menindaklanjuti sesuai dengan tugas dan fungsi kita,” terang Menkeu.

Lebih lanjut, sebanyak 99 surat lainnya adalah surat PPATK kepada aparat penegak hukum dan nilai transaksinya Rp74 triliun. Sedangkan ada 135 surat dari PPATK tadi yang menyangkut ada nama pegawai Kementerian Keuangan dengan nilai yang lebih kecil.

“Jadi saya memberi contoh agar media bisa memahami apa yang disampaikan oleh Pak Menko soal definisi pencucian uang dan transaksi mencurigakan. Satu surat yang sangat menonjol dari PPATK ini adalah surat Nomor 205/PR.01 2020 yang dikirimkan pada 19 Mei 2020 yang menyebutkan transaksi sebesar Rp189,2 triliun. Bayangkan, tadi totalnya Rp349 triliun dan ini satu surat saja Rp189,2 triliun,” ujar dia.

Atas angka yang besar itu, Menkeu mengaku telah meminta jajarannya di Direktorat Pajak dan Bea Cukai untuk meneliti apa yang menjadi data dan informasi. Disebutkan oleh PPATK ada 15 individu dan entitas/perusahaan maupun nama perseorangan pada 2017-2019.

“Ternyata sudah dilihat, ada fakta dari Bea Cukai, yang menerima langsung dari PPATK, mereka adalah yang melakukan ekspor impor emas batangan dan emas perhiasan dan juga kegiatan money changers serta kegiatan lainnya. Jadi Mei surat diterima September dilakukan pembahasan dengan PPATK,” sebut dia.

Sementara itu, Ditjen Pajak juga mendapat surat juga dari PPATK dengan nomor 595 dengan angka transaksi Rp205 triliun dengan 17 entitas. Kemudian jajaran pajak juga melakukan penelitian.

Ditemukan bahwa ada perusahaan yang menggunakan lima nomor pajak karyawan yang berbeda dan tidak sesuai antara nilai SPT dengan transaksi yang dilakukan.

“Kami menghargai data dari PPATK. Pada dasarnya, Pajak dan Bea Cukai bekerja sama dengan PPATK untuk bertukar informasi dalam memerangi korupsi dan juga tindak pidana pencucian uang,” tegas Menkeu Sri Mulyani.