Bagikan:

JAKARTA - Kayu manis sebagai salah satu jenis rempah-rempah yang banyak digunakan untuk aroma kue, campuran rokok dan produk obat adalah komoditas yang potensial. Namun sayang menurut pengusaha muda Budi Susilo belum banyak yang tertarik.

Kekurangan pasokan kayu manis Indonesia, kata Budi masih didatangkan dari mancanegara salah satunya Vietnam. "Sebenarnya kita masih impor kayu manis dari Vietnam, karena untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri masih kurang," kata Budi Susilo, pengusaha muda yang bergerak di bidang jual - beli kayu manis belum lama ini.

Lahan Inhutani

Saat ini kata Budi, ada 13.000 hektar perkebunan kayu manis milik Inhutani yang dikelolanya sejak tahun 2017, dengan memberdayakan sekitar 4.000 anggota masyarakat setempat. Untuk itu ia mendatangkan mesin-mesin seharga Rp.100 milyar lebih dari Cina, untuk mengolah kayu manis.

Kayu manis. (Foto Freepik.com)
Kayu manis. (Foto Freepik.com)

Dalam berbisnis kayu manis, lulusan London School of Economics, London. United Kingdom yang kini tengah mengikuti program doktoral di George Washington University, Amerika ini mengolah lahan Inhutani di Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi.

Semua bagian dari pohon kayu manis itu diolah. Mulai dari kayu, kulit hingga daunnya. Ia memasarkannya ke industri rokok di Jawa Tengah, dan sebagian diekspor. Margin dari ekspor itu menurutnya cukup besar.

Iklim Tropis Basah

Kayu manis tumbuh baik didaerah yang beriklim tropis basah. Iklim tropis basah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Beberapa jenis kayu manis dapat tumbuh pada ketinggian hingga 2.000 meter di atas permukaan laut (m dpl), namun C. burmanni akan berproduksi baik bila ditanam pada daerah dengan ketinggian 500 - 1.500 m dpl. Oleh karena itu kayu manis sangat baik dikembangkan di daerah pegunungan, seperti Sumatera, Jawa, Sulawesi atau Papua.

Potensi kayu manis di Indonesia sebenarnya besar, dan permintaan pun sangat besar. Tetapi tidak banyak pengusaha yang tertarik berbisnis kayu manis, karena marginnya kecil.

"Bisnis kayu manis memang kecil untungnya, tidak seperti di pertambangan. Tapi kalau volumenya besar, kan marginnya bisa besar juga," kata pengusaha muda yang memulai usahanya dengan berbisnis cabai di Lampung ini.

Potensi kayu manis yang sangat besar belum bisa dimaksimalkan, selain sedikit pengusaha yang tertarik, masyarakat di beberapa daerah pun tidak serius menanganinya.

Ia pernah mencoba bisnis serupa di Jawa Barat, tetapi masyarakat setempat menurutnya sulit dikelola. Ia berharap tumbuh kesadaran yang merata antara pengusaha dan masyarakat, agar potensi kayu manis yang sangat besar ini bisa dikembangkan.

"Ayolah kita kembangkan kayu manis sama-sama. Di Kerinci saja masih ada ratusan ribu hektar lahan yang belum tergarap. Kalau ada pengusaha yang ingin masuk, silahkan saja berhubungan dengan Inhutani dan masyarakat," kata Budi tanpa takut mendapat saingan usaha.