Bagikan:

JAKARTA - Pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) saat ini progresnya sudah mencapai 84 persen. Sementara, pemerintah menargetkan transportasi massal ini bisa beroperasi pada Juni mendatang.

Lalu, apakah proyek ini akan molor lagi?

Pakar transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Sony Sulaksono mengatakan jika pembangunan proyek hanya tinggal infrastruktur dasar, target operasi Juni 2023 bisa dicapai.

“Kalau hanya infrastruktur dasar sistem kereta cepat mungkin bisa tercapai Juni,” katanya kepada VOI, ditulis Kamis, 16 Februari.

Namun, Sony menyoroti pembangunan Stasiun Padalarang. Kata dia, pembangunan stasiun tersebut masih di kisaran 20 persen. Pasalnya, stasiun ini akan menjadi hub.

“Stasiun Padalarang kalau tidak salah justru masih 20-an persen,” ujarnya.

Pembangunan Tinggal Bagian Tersulit

Juru Bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati mengatakan sisa proyek pembangunan KCJB yang saat ini dikerjakan adalah bagian tersulit. Salah satunya terkait frekuensi.

Meksi begitu, Adita optimistis KCJB bisa dioperasikan sesuai target yakni pada Juni 2023 mendatang.

“Dan kalau bicara dari progres, KCIC melaporkan sudah sekitar 84 persen dan harapannya bisa on the track dan sekian persen sisanya itu memang paling challenging karena itu kaitannya dengan masalah integrasi. Termasuk persinyalan dan frekuensi,” katanya kepada wartawan, Rabu, 15 Februari.

Sekadar informasi, Kementerian Perhubungan sudah melakukan kerja sama dengan dua perusahaan konsultan asal Inggris yakni, The Crossrail International dan PT Mott Macdonald Indonesia untuk memastikan kesiapan operasional LRT Jabodetabek hingga KCJB pada bulan lalu.

Adita menjelaskan dua perusahaan konsultan asal Inggris ini juga akan membantu proses pengerjaan bagian tersulit dari proyek KCJB tersebut.

“Kita minta konsultasi yang kaitannya dengan teknis operasional termasuk dalam hal ini soal persinyalan, dan segala macam yang memang selama ini kita belum punya pengalaman di dalam negeri dan itu yang kita lakukan,” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan alasan memilih perusahaan Inggris. Kata dia, hal ini karena negara tersebut memiliki pengalaman yang baik dalam membangun infrastruktur perkeretaapian dengan berbagai teknologi dan inovasinya.

“Pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang dimiliki dapat kita manfaatkan untuk melakukan transfer knowledge dan alih teknologi di bidang perkeretaapian,” tuturnya dalam keterangan resmi, Senin, 16 Januari.

Kedua proyek, baik LRT Jabodebek maupun Kereta Cepat Jakarta-Bandung sama-sama menggunakan teknologi yang tinggi. LRT Jabodebek dikembangkan dengan Communication-Based Train Control (CBTC) dan sistem Grade of Automation (GoA) level 3, yang memungkinkan LRT Jabodebek dioperasikan tanpa masinis.

Sementara itu, Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menggunakan teknologi  GSM-R yang merupakan pertama kalinya digunakan di Indonesia.