JAKARTA - Tren pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut dan semakin menguat. Pada kuartal II tahun ini saja, nilai ekonomi Indonesia menurut Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan mencapai Rp2,93 kuadriliun. Angkat tersebut tumbuh 5,44 persen (year on year) dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Begitupun dari periode triwulanan, menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, ekonomi Indonesia tumbuh 3,73 persen (quarter over quarter).
Pengeluaran konsumsi dan ekspor menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan ini. Kebijakan Pemerintah yang mengizinkan pelaksanaan mudik pada Hari Raya Idulfitri Mei lalu telah mendorong konsumsi masyarakat dan menghasilkan perputaran ekonomi di seluruh wilayah Indonesia.
Penopang lain berasal dari kinerja impresif ekspor Indonesia. Selain karena faktor peningkatan harga komoditas, menguatnya kapasitas output di berbagai sektor juga turut mendorong peningkatan ekspor Indonesia.
“Konsumsi rumah tangga pertumbuhannya 5,51 persen artinya engine pertumbuhan dari segi rumah tangga yang selama COVID-19 berdampak, saat ini sudah kembali pada kondisi asal,” kata Airlangga dalam Konferensi Pers pada Jumat (5/8).
Tentu, kondisi itu relatif lebih baik dibanding negara tetangga, seperti Singapura yang perekonomiannya hanya tumbuh 4,80 persen pada periode sama. Apalagi, bila melihat dua engine pertumbuhan ekonomi dunia yaitu China dan Amerika Serikat sedang dalam situasi stasioner.
“Pemerintah berharap hal tersebut tidak berdampak pada ekonomi di ASEAN dalam jangka panjang,” tambah Airlangga.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut struktur perekonomian Indonesia secara spasial pada periode tersebut memang masih didominasi Pulau Jawa yang memberikan kontribusi 56,55 persen terhadap PDB.
Selanjutnya berasal dari Sumatra sebesar 22,03 persen terhadap PDB, Kalimantan 9,09 persen, Sulawesi 7,1 persen, Bali dan Nusa Tenggara 2,73 persen, kemudian Maluku dan Papua 2,51 persen.
Meski kontribusinya paling kecil, Maluku dan Papua mencatat tingkat pertumbuhan ekonomi paling pesat, yakni 13,01 persen (year on year) pada kuartal II 2022. Menurut BPS, pertumbuhan di Maluku dan Papua ditopang sektor pertambangan dengan andil 7,38 persen dan industri 2,66 persen.
BACA JUGA:
Airlangga memprediksi pertumbuhan masih akan berlanjut tercermin dari kinerja positif berbagai leading indicator ekonomi Indonesia. Indeks kepercayaan konsumen di angka baik yaitu 128,2 dan penjualan ritel terus tumbuh yaitu 15,42.
Lalu, prospek permintaan yang terus meningkat menjadi insentif bagi industri untuk meningkatkan produksi, tercermin dari Purchasing Manager Index (PMI) yang tercatat terus mengalami ekspansi di level yang semakin kuat.
“Atas dasar itulah, pemerintah optimistis target ekonomi Indonesia secara keseluruhan sebesar 5,2 persen dapat tercapai,” tuturnya.
Tidak Boleh Jemawa
Namun, menurut Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios) Bhima Yudhistira, pemerintah tetap harus waspada karena tantangan pada semester II 2022 akan jauh lebih berat.
“Ada imported inflation karena mahalnya harga bahan baku dan hal jni diperkirakan akan diteruskan ke konsumen. Konflik yang meluas bukan hanya Rusia-Ukraina tapi Tiongkok-Taiwan diperkirakan memperburuk rantai pasok dan menimbulkan pelemahan sisi investasi langsung," ungkapnya dilansir dari Media Indonesia, Jumat (5/8).
Senada dengan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis dari Universitas Indonesia, dampak dari memburuknya kondisi dunia kemungkinan baru akan mempengaruhi Indonesia pada kuartal III 2022. Kenaikan harga produk impor karena inflasi dan depresiasi menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindari.
"Ini perlu diantisipasi. Jadi kita boleh berbangga, tapi jangan jemawa karena tantangan global masih penuh ketidakpastian dan kita harus bersiap-siap untuk mengatasi hal itu," katanya.
Strategi dan Kebijakan
Menurut Airlangga, optimistis pemerintah tersebut tak lepas dari konsistensi menjalankan berbagai strategi dan kebijakan utama untuk mendorong akselerasi pemulihan dan meningkatkan resiliensi ekonomi Indonesia.
Antara lain dengan pelonggaran mobilitas masyarakat dan mempersiapkan strategi transisi aktivitas ekonomi dan mobilitas masyarakat dari era pandemi menuju era new normal.
Pemerintah juga mendorong daya beli masyarakat untuk kelompok 40 persen terbawah melalui program PEN pada klaster perlindungan sosial yang dianggarkan sebesar Rp63,7 triliun untuk bantuan PKH, BLT Minyak goreng, BLT Desa, BTPKLWN, dan Kartu Prakerja.
Adapun guna mengantisipasi gejolak dunia sebagai dampak dari perang Rusia-Ukraina dan memanasnya konflik China dengan Taiwan, pemerintah pun sudah menyusun langkah-langkah responsif untuk menahan kenaikan harga pangan dan energi dengan penambahan subsidi.
Selain itu, Program Kartu Prakerja juga terus didorong sebagai upaya meningkatkan kompetensi, produktivitas, dan daya saing angkatan kerja. Upaya pengembangan UMKM pun terus dilakukan.
Antara lain, melalui peningkatan plafon KUR sebesar Rp373,17 triliun pada 2022 dan menyukseskan program Bangga Buatan Indonesia (BBI), serta melanjutkan Program Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk pembangunan infrastruktur yang dapat memberikan efek pengganda besar.
“Berbagai langkah kebijakan dan reformasi struktural tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sehingga menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat luas,” tambahnya.
Melansir dari Investor Daily, Direktur Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono juga meminta kinerja sejumlah sektor prioritas harus segera ditingkatkan.
Seperti di sektor pangan dengan menjaga pasokan pupuk dan pakan ternak pada harga yang terjangkau oleh petani dan peternak. Serta, sektor energi dengan menjaga pasokan gas dan batu bara untuk industri domestik.
“Kalau untuk sektor riil, sudah cukup baik dengan menahan BI rate di kisaran 3,5 persen. Pemerintah harus menyambut dengan mendorong produksi dan pasokan agregat sehingga bayangan inflasi yang kemungkinan terjadi pada kuartal III dan IV dapat dikontrol,” tandasnya, Sabtu (6/8).