Bagikan:

JAKARTA - Ekonomi Indonesia pada kuartal III tumbuh 5,72 persen ditengah kondisi global yang sedang bergejolak. Namun, pada kuartal IV diproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat dan tidak bisa tumbuh lebih tinggi dari 5,3 persen.

Ekonom INDEF M.Rizal Taufiqurrohman mengatakan dengan kondisi perekonomian indonesia yang positif, Indonesia cukup percaya diri di tengah gelombang tsunami inflasi dunia.

Namun, kata Rizal, INDEF memproyeksikan pada kuartal IV pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa lebih tinggi dari kuartal III tahun ini. Meski begitu, Rizal mengatakan ada beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi.

"Berada di 5,3 persen, namun ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yaitu, belanja modal dan barang yang produktif," katanya di Jakarta, Kamis, 10 November.

Selain itu, kata Rizal, pemerintah juga harus melakukan penyesuaian secara moderat suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Menurut dia, perlu penguatan pasar domestik untuk berbagai produk yang memiliki daya saing di pasar global, dan juga penyaluran bansos dan perlinsos yang tepat sasaran.

Meski begitu, menurut Rizal, Indonesia masih bisa merasakan windfall profit dari sejumlah komoditas yang tengah booming, syaratnya seluruh pengelolaan sumber daya alam yang melimpah, harus didorong ke industri hilir.

"Mengapa industri hilir, karena akan menyelamatkan dalam memberikan kontribusi nilai tambah," kata Rizal.

Misalnya saja saat ini komoditas nikel tengah booming. Maka perlu didorong agar pengolahan nikel bisa dilakukan di dalam negeri sehingga end product yang diekspor.

"Indonesia memanfaatkan windfall profit, mencari sumber market lain yang menyerap devisa lebih baik lagi dengan komoditas yang semakin banyak, yaitu dengan pangan dan energi," ujarnya.

Sekadar informasi, berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada kuartal ke III Indonesia mendapatkan windfall profit dari batu bara,minyak kelapa sawit dan besi dan baja di angka 6,38 persen. Jika negara kembali merasakan windfall profit, menopang APBN, salah satunya bisa memberikan subsidi maupun bantuan yang lebih besar lagi.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Teguh Dartanto mengungkapkan capaian ekonomi Indonesia patut disyukuri semua pihak. Menurutnya, pertumbuhan 5,72 persen adalah hal yang menggembirakan, mengingat kondisi ekonomi global tengah bergejolak.

"Kita patut bersyukur bahwa perekonomian Indonesia masih tumbuh sebesar 5,72 persen (yoy) di tengah kondisi ancaman resesi global," tuturnya.

Selain itu, capaian tersebut terjadi saat Indonesia juga dihantui berbagai tantangan berat, baik dari kondisi global maupun dalam negeri.

"Kinerja ekonomi kita cukup menggembirakan walaupun ada bayang-bayang resesi global, penurunan komoditas, ancaman inflasi, dan kenaikan suku bunga," ujarnya.

Meski demikian, Teguh menekankan pentingnya pengendalian harga komoditas pangan agar capaian impresif perekonomian juga bisa dirasakan masyarakat kecil. Selain itu, pemerintah juga perlu mencegah kelangkaan stok pangan di pasaran yang bisa memicu kenaikan harga.

"Agar kinerja ekonomi dapat dirasakan langsung oleh masyarakat kecil maka pemerintah harus terus waspada dan sungguh-sungguh mengendalikan inflasi atau harga di masyarakat terutama makanan, serta menjamin ketersedian barang di pasar," ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa Indonesia kini kian resilien dan mampu menorehkan capaian pertumbuhan ekonomi yang tercatat impresif hingga mencapai 5,72 persen pada Kuartal III 2022 secara year on year (YoY)

"Di tengah perekonomian dunia yang terkoneksi ke bawah, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatatkan kinerja impresif selama tahun 2022 telah melebihi pertumbuhan sebelum pandemi atau 2019," ujarnya.