JAKARTA - Pemerintah diminta lebih ekstra dalam penanganan COVID-19 karena beberapa waktu belakangan angka kasus ini menunjukan tren peningkatan. Bila tidak, hal itu akan berdampak buruk pada ekonomi Indonesia.
"Efeknya bisa ganggu ekonomi karena masyarakat mau belanja jadi takut. Akhirnya ritel terpukul dan UMKM juga. Tren epicentrum baru di kantor-kantor juga menjadikan produktivitas kerja menurun. Apalagi tidak semua pekerjaan bisa work from home," kata Ekonom Indef Bhima Arya Yudhistira pada VOI, dikutip Minggu, 2 Agustus.
Menurut dia, bila pemerintah tidak bekerja lebih ekstra, maka diprediksi pertumbuhan ekonomi di kuartal III dan IV akan jauh dari yang diharapkan pemerintah. Dimana pemerintah tengah fokus pemulihan ekonomi pada kuarta III dan IV, mengingat pertumbuhan ekonomi kuartal II terkontraksi.
"Tanpa adanya penanganan COVID-19 yang serius dari pemerintah, sulit ekonomi bisa pulih pada kuartal III dan IV tahun 2020," kata dia.
Pemerintah, kata dia, harus menyiapkan beberapa skema. Antara lain, adalah dengan memberikan bantuan kepada masyarakat menengah yang rentan miskin.
"Ada 115 juta orang kelas menengah rentan miskin yang perlu dibantu pemerintah agar tidak jatuh dibawah garis kemiskinan," kata dia.
Kemudian, memberikan subsidi gaji untuk mencegah gelombang PHK kian meluas. "Pertajam stimulus perpajakan agar lebih berorientasi pada serapan tenaga kerja," kata dia.
BACA JUGA:
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya mengatakan, pertumbuhan ekonomi kuartal II bakal minus 3,1 persen setelah pada kuartal I tumbuh 2,97 persen. Hal itu karena pada kuartal II, khususnya April dan Mei, sedang gencar-gencarnya penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Adapun perekonomian sepanjang tahun diperkirakan tumbuh pada kisaran minus 0,4-1 persen. Batas atas proyeksi mengalami penurunan dari prediksi semula yang sebesar 2,3 persen seiring adanya kontraksi pada kuartal II.
Sri berharap, perekonomian pada kuartal II merupakan kondisi terburuk dan akan ada perbaikan pada kuartal tersisa. "Momentumnya jadi bisa terjaga di kuartal ketiga dan keempat. Ini fokus langkah pemerintah dalam menggunakan instrumen kebijakan saat ini," kata Sri dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin 22 Juni.
Pada kuartal III, pertumbuhan diperkirakan berada pada rentang minus 1,6 persen hingga 1,4 persen. Prediksi ini berkaca pada biaya penanganan COVID-19 dari APBN yang sudah tersalurkan dan pelonggaran PSBB. Tapi, Sri menekankan, pemerintah berupaya keras untuk menahan laju pertumbuhan di atas nol persen.
Di antaranya dengan memastikan bantuan sosial sebagai pengungkit konsumsi rumah tangga disalurkan secara tepat sasaran. Apabila ekonomi masuk ke ranah negatif pada kuartal ketiga, Sri menyebutkan Indonesia secara teknis masuk ke zona resesi.