JAKARTA - Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal ke III akan terkontraksi di angka minus 3 persen akibat pandemi COVID-19. Jika ini benar terjadi, artinya 100 persen Indonesia akan masuk jurang resesi karena pada kuartal II ekonomi nasional sudah minus 5,32 persen.
Faisal menilai, pemerintah saat ini kurang pemahaman mengenai resesi. Bahkan menurutnya, sekelas Menteri Perekonomian, Airlangga Hartarto sebagai komandan ekonomi di Tanah Air tidak paham mengenai itu.
"Kuartal III perkiraan saya minus 3 persen. Airlangga aja pemahaman tentang resesi nol besar. Kata Menko kalau kuartal II minus 5,32 persen, kuartal III minus 3 itu enggak resesi, karena minusnya turun. Ngeri enggak Pak? Komandan ekonominya enggak ngerti resesi," ucapnya, saat rapat dengar pendapat bersama Komisi VI, di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 31 Agustus.
Resesi terjadi jika Produk Domestik Bruto (PDB) turun selama beberapa waktu tertentu, bisa beberapa bulan, atau bisa beberapa tahun. Tapi umumnya, kata Faisal, kalau dua kuartal pertumbuhan ekonominya berturut turut minus disebut resesi.
Ekonom INDEF ini mengatakan, dalamnya kontraksi pertumbuhan ekonomi kuartal III disebabkan karena sejumlah faktor. Salah satunya, perbaikan indikator ekonomi yang terjadi belum cukup cepat maupun bisa mengimbangi penurunan yang sudah terjadi.
Lebih lanjut, ia mencontohkan, belum lama ini penjualan mobil memang naik hingga 300 persen, tetapi pertumbuhan sepanjang Januari hingga Juli 2020 masih minus 50 persen. Pariwisata, masih kontraksi 80 persen dari tahun 2019.
BACA JUGA:
Selain pemulihan berjalan lamban, lanjut dia, masyarakat memiliki kecenderungan menahan konsumsi padahal komponen ini memegang porsi 57,85 persen PDB. Jika faktor konsumsi yang memegang porsi terbesar tidak maksimal, maka praktis pertumbuhan sulit didorong.
Faisal mengatakan, konsumsi tertahan karena masyarakat masih merasa ada ketidakpastian besar untuk membelanjakan uangnya.
Meski begitu, Faisal meminta pemerintah untuk tidak fokus untuk menghindari resesi ekonomi. Sebab, menurutnya, hampir semua negara satu per satu masuk jurang resesi.
Alih-alih menghindari, menurut dia, lebih baik pemerintah fokus pada penanganan COVID-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) bagi sejumlah sektor yang terdampak.
"Jangan fokus menghindari resesi," ucapnya.