Bagikan:

JAKARTA - Pengusaha warteg bersiap untuk menaikkan harga pada menu makanan yang dijual.

Langkah ini menyusul keputusan pemerintah yang menaikkan harga bakar minyak (BBM).

Kenaikan harga BBM berdampak pada mahalnya bahan pangan di pasaran.

Ketua Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni mengatakan, menaikkan harga makanan merupakan pilihan terakhir bila seluruh harga pangan naik dan tidak bisa lagi disiasati dengan mengurangi atau mengganti bahan.

"Naiknya dipersentase di bawah 20 persen, misal telu dadar yang tadinya Rp5.000 sekarang Rp6.000," ujarnya kepada VOI, Selasa, 6 September.

Sementara untuk tempe, kata Mukroni, masih bisa disiasati dengan mengubah ukurannya. Tujuannya ajar harga jualnya tidak ikut naik.

"Tempe tidak mungkin yang tadinya Rp1.000 naik Rp1.500 bisa jadi 50 persen, maka tidak naik harganya tapi dikecilkan ukurannya. Yang tadinya setebal buku tulis sekarang bisa setipis kartu ATM," jelasnya.

Namun, di sisi lain, Mukroni mengaku menaikkan harga makanan membuat para pengusaha warteg khawatir ditinggal pembeli.

Apalagi mengingat daya beli masyarakat belum pulih akibat pandemi COVID-19.

"Tentang pembeli ini yang membuat anggota Kowantara pusing karena daya beli rakyat belum sepenuhnya pulih," ucapnya.

Mukroni menambahkan, menaikkan harga makanan juga tidak lantas menyelesaikan masalah.

Karena itu, lanjut Mukroni, pemilik warteg juga harus berhadapan dengan kenaikan harga sewa tempat usaha yang diprediksi ikut naik.

"Sebenarnya biaya yang besar itu ada disewa atau kontrakan tempat itu yang kadang kala warteg bisa tutup karena tidak mampu bayar sewa. Karena kemarin pandemi, sekarang ini dengan kenaikan harga bahan makanan tentunya akan menyulitkan kami untuk memperpanjang kontrakan atau sewa tempat," ujarnya.