Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menginformasikan bahwa posisi utang per akhir September 2022 adalah sebesar Rp7.420,4 triliun. Angka itu setara dengan 39,3 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Disebutkan jika level utang terhadap PDB masih tergolong aman lantaran berada di bawah ambang maksimal 60 persen jika merujuk pada Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003.

Meski demikian, terjadi tren peningkatan rasio utang dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, utamanya semenjak pandemi COVID-19 melanda.

“Pada 2020-2021 kenaikan rasio utang di Indonesia mencapai 10,8 persen,” tulis laporan Kemenkeu edisi terbaru yang dikutip VOI pada Selasa, 25 Oktober.

Institusi pimpinan Menteri Sri Mulyani itu lantas membandingkan kondisi yang dialami RI dengan beberapa negara sahabat di kawasan.

“Secara persentase kenaikan rasio utang tersebut terlihat relatif tinggi, namun peningkatan tersebut sebenarnya relatif rendah dari negara lain, seperti Thailand 17 persen, Filipina 22,1 persen, China 11,8 persen, Malaysia 13,6 persen dan India 16,5 persen di periode yang sama,” ungkap Kemenkeu.

Lebih lanjut, meskipun rasio utang lebih rendah dibandingkan negara sejawat, pemerintah memastikan tetap berkomitmen untuk terus mengelola utang dengan hati-hati.

“Untuk menjaga akuntabilitas pengelolaan utang, pemerintah akan selalu mengacu kepada peraturan perundangan dalam kerangka pelaksanaan APBN, yang direncanakan bersama DPR, disetujui dan dimonitor oleh DPR, serta diperiksa dan diaudit oleh BPK,” kata Kementerian Keuangan.

Sebagai informasi, hingga semester I 2022 pemerintah sudah mengeluarkan Rp186,1 triliun untuk membayar bunga utang. Jumlah itu terdiri dari Rp181,4 triliun pembayaran bunga utang dalam negeri dan Rp4,6 triliun diperuntukan bagi pembayaran bunga utang luar negeri.

Adapun, alokasi anggaran pembayaran bunga utang untuk sepanjang tahun ini sesuai APBN 2022 adalah sebesar Rp405,9 triliun atau sekitar 13 persen dari total belanja negara yang senilai Rp3.106,4 triliun.