Polemik Obat Sirop Penyebab Gagal Ginjal, Industri Farmasi Punya Pasar Rp88,3 Triliun Tapi Masih Ketergantungan Bahan Baku Impor
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Dugaan obat sirop pereda demam yang menjadi penyebab gagal ginjal akut akhir-akhir ini terus mendapat sorotan secara luas. Pasalnya, kebanyakan laporan menyebutkan bahwa kasus terjadi pada mayoritas anak-anak yang mengkonsumsi obat jenis ini.

Berkenaan dengan hal tersebut sejatinya industri farmasi di Indonesia merupakan salah satu sektor yang berkontribusi cukup besar bagi perekonomian.

Data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan bahwa pasar farmasi Indonesia pada 2019 yang lalu ditaksir tidak kurang dari Rp88,3 triliun. Angka tersebut diklaim tumbuh 2,9 persen dibandingkan dengan periode 2018.

Disebutkan bahwa terdapat kurang lebih 200 industri farmasi di Indonesia dengan total nilai penjualan sebesar Rp80 triliun.

Sebagai catatan, fakta lain adalah bahwa 95 persen bahan baku obat (BBO) di Indonesia adalah masih diimpor. Impor tersebut adalah berasal dari China sebanyak 70 persen, India 20 pesen, dan sisanya adalah dari Amerika Serikat dan Uni Eropa.

“Impor terjadi mengingat BBO domestik belum memenuhi standar yang ada,” ungkap Kemenperin dalam risalahnya, dikutip redaksi pada Senin, 24 Oktober.

Untuk diketahui, 73 persen pangsa pasar farmasi nasional didominasi oleh perusahaan farmasi lokal. Kondisi ini menggembirakan karena RI hanya satu-satunya negara di kawasan ASEAN di mana perusahaan lokal mendominasi pangsa pasar.

Negara lain seperti Singapura, Malaysia dan Thailand pangsa pasar farmasinya dikuasai oleh perusahaan asing atau multinational company.

Adapun, sepuluh negara eksportir produk farmasi terbesar memasok sekitar 77 persen dari total permintaan dunia.

Jerman menduduki peringkat pertama dengan nilai ekspor sekitar 89,6 miliar dolar AS pada 2019. Disusul kemudian Swiss dan Amerika Serikat dengan nilai ekspor masing-masing 83 miliar dolar AS dan 53,6 miliar dolar AS.

Sementara big player Asia, yaitu India dan China masing-masing berada di peringkat 11 dan 15 dengan kontribusi 2,7 persen dan 1,5 persen.

Indonesia sendiri hanya menguasai kurang dari 0,1 persen pangsa pasar dunia atau senilai 556 juta dolar AS. Kemenperin mengungkapkan bahwa terjadi tren penurunan ekspor produk farmasi ke seluruh dunia sebesar 0,8 persen selama 2016-2019. Kondisi ini menyebabkan Indonesia hanya menempati urutan ke-44 pada periode tersebut.