JAKARTA - Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan Indonesia mempunyai kemampuan dalam membayar utang karena rasio pendapatan pajak terhadap utang lebih baik dibandingkan negara lain.
Kita relatif lebih baik dan rasio penerimaan negara atau penerimaan pajak terhadap utang kita cukup bagus dibandingkan banyak negara," kata anak buah Sri Mulyani, dikutip dari Antara, Selasa 23 Februari.
Ia mencatat selama 10 tahun terakhir (2010-2019), rasio utang pemerintah pusat dijaga mencapai 30 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Kecuali, lanjut dia, pada 2020 persentasenya meningkat menjadi 38,7 persen karena dampak pandemi COVID-19 dengan total utang pemerintah pusat mencapai Rp6.074,56 triliun, terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Rp5.221,65 triliun dan pinjaman Rp852,91 triliun.
Dalam paparannya, rasio pendapatan pajak terhadap utang Indonesia pada 2018 mencapai 38,32 persen, masih lebih baik dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia yang mencapai 21,83 persen, Singapura 11,93 persen.
Bahkan, Thailand mencapai 35,73 persen, Filipina mencapai 36,98 persen dan Brazil mencapai 14,05 persen.
"Kita di bawah Turki, Afrika Selatan tapi kita jauh lebih baik dibandingkan Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina artinya kita punya kemampuan lebih besar dalam membayar utang," katanya.
Pemerintah, kata dia, akan menjaga debt service ratio (DSR) agar memiliki kemampuan membayar terutama utang luar negeri.
BACA JUGA:
Adapun DSR pada 2020 mencapai 23,8 persen atau naik dibandingkan 2019 mencapai 18,4 persen karena meningkatnya jumlah pinjaman jatuh tempo sehingga menambah porsi cicilan pokok.
Perkembangan cicilan pokok dan bunga utang pemerintah terjadi lebih banyak pelunasan utang dibandingkan dengan pembayaran beban bunga yang relatif kecil.
Dalam paparannya disebutkan pembayaran pokok utang pada 2020 mencapai Rp444,14 triliun dan belanja untuk bunga utang mencapai Rp314,08 triliun.
"Perkembangan cicilan pokok dan bunga utang pemerintah juga relatif stabil, bisa terjaga dengan baik," katanya.