Bagikan:

JAKARTA – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengakui bahwa jumlah utang pemerintah mengalami kenaikan, utamanya saat terjadi COVID-19.

Menurut dia, kondisi itu terjadi lantaran pemerintah memerlukan ruang fiskal yang lebih besar untuk bisa mengatasi dampak yang timbul akibat pandemi.

Suahasil menyebut jika perubahan utang pemerintah pada periode 2018 sampai dengan 2022 menjadi 206,5 miliar dolar AS.

“Tetapi Indonesia juga mengalami kenaikan produk domestik bruto (PDB) yang lebih besar dari pada kenaikan utang,” ujarnya dalam pembahasan RAPBN 2024 bersama komisi XI DPR, Senin, 5 Juni.

Suahasil menjelaskan, untuk periode yang sama terjadi lonjakan PDB nominal ke level 276,1 miliar dolar AS.

“Kita berdua dengan Vietnam yang kenaikan PDB-nya itu lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan utang,” tutur dia.

Wakil Sri Mulyani itu menerangkan jika Vietnam mengalami rasio kenaikan yang lebih tinggi dengan 102 miliar dolar AS PDB berbanding utang 18,2 miliar dolar AS.

Sementara untuk negara lain seperti India, Malaysia, Filipina, Thailand, hingga China dan Amerika Serikat mengalami kondisi pembalikan dengan rasio utang lebih besar dari jumlah PDB yang dimiliki.

“Ini tentu lebih baik dari negara lain,” tegasnya.

VOI mencatat, dalam laporan APBN periode April 2023 disebutkan bahwa jumlah utang pemerintah adalah sebesar Rp7.849,8 triliun. Jumlah ini lebih rendah sekitar Rp29,1 triliun jika dari periode Maret yang merupakan awal Ramadan sebesar Rp7.879 triliun.

“Rasio utang (per April) terhadap PDB adalah sebesar 38,15 persen,” demikian tulis risalah Kementerian Keuangan.

Untuk diketahui, rasio utang pemerintah berada di batas aman karena jauh di bawah 60 persen PDB sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.