Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W Kamdani menegaskan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) akan tetap merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Menurut Shinta hal itu dilakukan sebagai wujud penghormatan atas kesepakatan dalam UU Cipta Kerja.

"Kita sangat clear (jelas), dalam urusan kenaikan UMP kita ikuti PP 36/2021. Itu sudah jelas, karena adanya dari awal kita memiliki UU Cipta Kerja itu kan untuk kita ikuti. Itu sudah disepakati dan formulanya sudah ada dan itu kita harus hormati," katanya dikutip Antara dalam acara B20 Sustainability Awards 4.0 Dinner, Selasa 18 Oktober.

Shinta berharap rujukan utama perihal pengupahan di PP 36/2021 bisa konsisten dilakukan pula oleh pemerintah. Dunia usaha pun sangat menghormati keputusan bipartit antara masing-masing perusahaan dengan para buruhnya.

Dunia usaha sendiri, lanjut Shinta, siap dengan konsekuensi apapun asalkan tetap berpegang teguh pada rujukan resmi.

"Kita ikuti rujukan itu. Apapun konsekuensinya kan kita harus sampaikan juga. Kalau ada dunia usaha, pelaku usaha yang tidak ada kemampuan atau bagaimana, itu kita harus seperti apa, tapi rujukannya harus ke PP 36/2021," imbuh Shinta.

Sebelumnya, penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 akan dilakukan paling lambat pada 21 November 2022 dan Upah Minimum Kabupaten/Kota paling lambat pada 30 November 2022.

Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) memastikan bahwa penetapan UMP dan UMK 2023 akan dilakukan berdasarkan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 yang merupakan turunan Undang-Undang Cipta Kerja.

Sementara Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan pihaknya meminta kenaikan upah minimum tahun 2023 sebesar 13 persen. Berdasarkan litbang Partai Buruh, pasca kenaikan BBM, inflasi tahun 2023 diperkirakan akan tembus di angka 7-8 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,8 persen