Buruh Minta SK Penetapan UMP 2022 Dicabut, Ketum Apindo Hariyadi Sukamdani: Tetap Berlaku meski Ada Putusan MK
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Serikat buruh meminta gubernur, bupati dan wali kota untuk mencabut surat keputusan (SK) penempatan upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) dicabut menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan bahwa aturan soal upah minimum yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan tetap berlaku meski ada putusan Mahkamah Konstitusi.

Sekadar informasi, PP Nomor 36 Tahun 2021 merupakan aturan turunan dari UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja  yang mengubah rumusan perhitungan upah buruh yang sebelumnya diatur dalam PP Nomor 76 tahun 2015 tentang pengupahan.

"Pemohon 1 yang menggugat klaster ketenagakerjaan itu sudah ditolak oleh MK. Jadi kami ingin sampaikan PP Nomor 36 Tahun 2021 itu akan efektif tetap berjalan. Jadi ini supaya kita meluruskan hal-hal yang jangan sampai nanti dinamika di lapangan itu memanas tapi tidak tahu substansinya apa. Ini kami perjelas," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat, 26 November.

Kata Hariyadi, adanya putusan MK tersebut telah membuat suasana menjadi cukup dinamis. Pasalnya, PP Nomor 36 Tahun 2021 yang mengatur tentang Pengupahan karena merupakan turunan UU Cipta Kerja itu pun diminta ditarik oleh sekitar buruh.

"Sekarang kami lihat justru amar putusannya adalah bahwa permohonan pekerja ini ditolak," tuturnya.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Firman Soebagyo mengatakan aturan-aturan turunan UU Cipta Kerja yang sudah disahkan sebelum putusan MK akan tetap berlaku secara sah.

"Namun untuk yang (diterbitkan) setelah tanggal 25 November 2021, pemerintah tidak boleh menerbitkan aturan baru yang sifatnya strategis. Jadi jelas, yang sudah ditandatangani itu tetap berlaku, sah demi hukum kecuali yang belum (terbit), tidak boleh dilakukan," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta seluruh gubernur di Indonesia untuk mencabut Surat Keputusan (SK) terkait penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022. Hal ini merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional.

Menurut Iqbal, dasar penetapan pengupahan tidak dapat mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2021. Sebab, induknya yakni UU Cipta Kerja telah diputuskan oleh MK Inkonstitusional. Karena itu, dia meminta penetapan upah harus mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Dengan kata lain, seluruh Gubernur di wilayah Republik Indonesia wajib mencabut SK atau surat keputusan perihal upah minimum provinsi (UMP). Termasuk Gubernur DKI Jakarta Bapak Anies Baswedan, harus mencabut SK terkait UMP 2022," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 25 November.

Iqbal menegaskan tuntutan ini juga berlaku bagi seluruh bupati/wali kota di seluruh wilayah Indonesia. Di samping itu, KSPI juga meminta agar kenaikan UMP maupun UMK berada di kisaran 4 hingga 5 persen.

"Gubernur Anies Baswedan DKI Jakarta pun harus merubah SK tersebut. Bupati/wali kota yang belum mengeluarkan UMK dalam proses perundingan kami minta agar UMK dinaikkan 4 sampai 5 persen," jelasnya.