Bagikan:

JAKARTA - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memberikan penjelasan kepada para pengusaha yang tidak setuju dengan hasil perhitungan UMP 2021 di wilayah kepemimpinannya. Menurut dia, UMP hanya berlaku untuk karyawan dengan masa di bawah satu tahun.

Artinya, hanya untuk pekerja baru. Jika perusahaan mengalami kesulitan bahkan sampai merugi akibat pandemi COVID-19, pengusaha pasti melakukan tindakan untuk menyelamatkan usahanya. Alih-alih menerima pagawai baru, pengusaha justru akan mengurangi jam kerja pegawai.

Lebih lanjut, Ganjar berujar, UMP ini tidak untuk pekerja yang sudah 1 tahun ke atas. Karena itu, ia meminta, para pengusaha untuk tidak perlu panik. Apalagi, mengenai gelombang PHK yang akan timbul akibat kenaikan upah minum ini.

"UMP itu kan batas minimal untuk buruh masa kerja 1 tahun ke bawah. Kalau soal PHK sekarang saja sudah ada," tuturnya, saat dihubungi VOI, Selasa malam, 3 November.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia menilai keputusan sejumlah gubernur untuk tetap menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2021 mempersulit kondisi dunia usaha. Bahkan, diperkirakan akan memicu timbulnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan, keputusan untuk menaikkan UMP tidak sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor M/11/HK.04/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021. Di mana, pemerintah memutuskan nilai besaran upah 2021 sama dengan 2020.

"Dengan penetapan upah yang tidak sesuai dengan SE, dapat dipastikan akan semakin mempersulit dunia usaha yang pada ujungnya akan menyebabkan gelombang PHK besar-besaran dalam kondisi krisis," katanya, dalam konferensi pers secara virtual, Senin, 2 November.

Lebih lanjut, ia berujar, dalam kondisi saat ini seharusnya seluruh elemen mengedepankan rasa terhadap krisis yang terjadi. Dengan begitu, segala tindakan dan keputusan yang diambil semestinya untuk menangani dan menyelesaikan krisis bukan justru memperparah kondisi yang terjadi.

Menurut Hariyadi, penetapan yang tidak sesuai dengan SE Menaker itu seharusnya mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 dengan mendasarkan kepada peninjauan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), bukan dengan mengambil diskresi tersendiri yang tidak mendasar.

Di sisi lain, Hariyadi mengakui, asosiasi pengusaha pada dasarnya juga sulit menerima SE Menaker. Hal ini karena dalam situasi memburuknya ekonomi seharusnya upah minimum diturunkan. Sehingga kelangsungan bekerja para pekerja dapat terjaga.

"Dalam pembahasan sudah disampaikan semua posisi masing-masing unsur, maka diambil putusan untuk tidak menaikkan UMP tahun 2021, tentu alasannya cukup banyak," katanya.