Buruh Mau Mogok Nasional, Apindo: Naiknya UMP Bakal Picu PHK Massal
Konfederasi Serikat Buruh Indonesia turun ke jalan untuk demo, Senin 2 November. (Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia menilai keputusan sejumlah gubernur untuk tetap menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2021 mempersulit kondisi dunia usaha. Bahkan, diperkirakan akan memicu timbulnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan keputusan untuk menaikkan UMP tidak sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Nomor M/11/HK.04/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021. Di mana, pemerintah memutuskan nilai besaran upah 2021 sama dengan 2020.

"Dengan penetapan upah yang tidak sesuai dengan SE, dapat dipastikan akan semakin mempersulit dunia usaha yang pada ujungnya akan menyebabkan gelombang PHK besar-besaran dalam kondisi krisis," katanya, dalam konferensi pers secara virtual, Senin, 2 November.

Lebih lanjut, ia berujar, dalam kondisi saat ini seharusnya seluruh elemen mengedepankan rasa terhadap krisis yang terjadi. Dengan begitu, segala tindakan dan keputusan yang diambil semestinya untuk menangani dan menyelesaikan krisis bukan justru memperparah kondisi yang terjadi.

Menurut Hariyadi, penetapan yang tidak sesuai dengan SE Menaker itu seharusnya mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 dengan mendasarkan kepada peninjauan KHL, bukan dengan mengambil diskresi tersendiri yang tidak mendasar.

Di sisi lain, Hariyadi mengakui, asosiasi pengusaha pada dasarnya juga sulit menerima SE Menaker. Hal ini karena dalam situasi memburuknya ekonomi seharusnya upah minimum diturunkan. Sehingga kelangsungan bekerja para pekerja dapat terjaga.

"Dalam pembahasan sudah disampaikan semua posisi masing masing unsur, maka diambil putusan untuk tidak menaikkan UMP tahun 2021, tentu alasannya cukup banyak," katanya.

Seperti diketahui, beberapa pemerintah daerah memilih tetap menaikkan upah minimum di 2021 yaitu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, hingga Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Keputusan para gubenur tersebut bertentangan dengan keputusan pemerintah pusat melalui surat edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK.04/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Dalam peraturan yang diteken pada 26 Oktober 2020 itu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menjelaskan, pandemi COVID-19 berdampak pada kondisi perekonomian dan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hak pekerja/buruh termasuk dalam membayar upah. Sehingga, perlu dilakukan penyesuaian terhadap penetapan upah minimum pada situasi pemulihan ekonomi di masa pandemi.

Ida meminta kepada Gubernur untuk menetapkan dan mengumumkan upah minimum provinsi 2021 dilakukan pada 31 Oktober 2020. Pemerintah juga meminta agar nilai upah minum tahun 2021 sama dengan 2020.

Serta meminta gubernur untuk melaksanakan penetapan upah minimum setelah tahun 2021 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Sehubungan dengan hal tersebut diminta kepada Gubernur untuk menyampaikan surat edaran tersebut kepada Bupati/Walikota serta pemangku kepentingan terkait," tuturnya.

Menurut Ida, ketentuan tidak menaikkan upah minimum tahun 2021 dalam SE tersebut itu merupakan jalan tengah yang diambil pemerintah.