MK Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional, KSPI Minta Anies cs Cabut Keputusan Penetapan UMP 2022
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal meminta seluruh gubernur di Indonesia untuk mencabut Surat Keputusan (SK) terkait penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022. Hal ini merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional.

Menurut Iqbal, dasar penetapan pengupahan tidak dapat mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2021. Sebab, induknya yakni UU Cipta Kerja telah diputuskan oleh MK Inkonstitusional. Karena itu, dia meminta penetapan upah harus mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Dengan kata lain, seluruh Gubernur di wilayah Republik Indonesia wajib mencabut SK atau surat keputusan perihal upah minimum provinsi (UMP). Termasuk Gubernur DKI Jakarta Bapak Anies Baswedan, harus mencabut SK terkait UMP 2022," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 25 November.

Iqbal menegaskan tuntutan ini juga berlaku bagi seluruh bupati/wali kota di seluruh wilayah Indonesia. Di samping itu, KSPI juga meminta agar kenaikan UMP maupun UMK berada di kisaran 4 hingga 5 persen.

"Gubernur Anies Baswedan DKI Jakarta pun harus merubah SK tersebut. Bupati/wali kota yang belum mengeluarkan UMK dalam proses perundingan kami minta agar UMK dinaikkan 4 sampai 5 persen," jelasnya.

Seperti diketahui, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memastikan bahwa rata-rata kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2022 secara nasional adalah sebesar 1,09 persen. Adapun, ketentuan ini sesuai dengan formula yang berlaku di Peraturan Pemerintah PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

"Simulasi berdasarkan data dari BPS rata-rata kenaikan upah minimum itu 1,09 persen, ini rata-rata nasional," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa, 16 November.

Namun, Ida menjelaskan bahwa penetapan UMP per masing-masing provinsi masih perlu menunggu hasil penetapan dari gubernur. Ia mengatakan pemerintah memberi waktu kepada Gubernur untuk menentukan dan mengumpulkan uang paling lambat 20 November 2021.

"UMK paling lambat tanggal 30 November tahun 2021 dan dilakukan setelah tentu saja setelah penetapan upah minimum provinsi," tuturnya.

Ketentuan ini sesuai dengan undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta kerja. Selain itu, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga sudah mengingatkan Gubernur terkait kewajiban ini melalui surat edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 561/ 6393/ SJ mengenai hal penetapan upah minimum tahunan 2022.

Lebih lanjut, Ida mengatakan bahwa berbagai data untuk perhitungan formula upah minimum juga sudah diberikan pusat ke daerah. Data-data tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik atau BPS.

"Semangat dari formula Upah Minimum berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 adalah untuk mengurangi kesenjangan Upah Minimum, sehingga terwujud keadilan antar wilayah. Keadilan antar wilayah tersebut dicapai melalui pendekatan rata-rata Konsumsi Rumah Tangga di masing-masing wilayah," katanya.