Bagikan:

JAKARTA - Kemarin, sekelompok buruh menggeruduk Balai Kota DKI Jakarta untuk mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi surat keputusan (SK) mengenai kenaikan upah minimun provinsi (UMP) tahun 2022.

Anies menetapkan UMP DKI naik Rp37 ribu dari tahun 2021 menjadi Rp4.453.935. Mereka memegang ucapan Anies yang dilontarkan pada 29 November lalu. Saat itu, Anies keluar dari kantornya menemui buruh yang sedang aksi. Anies mengaku akan mengupayakan meningkatkan kenaikan UMP.

Namun, ketika buruh menagih ucapan Anies dalam aksi kemarin, Anies tak menemui mereka. Pihak Pemprov DKI yang temui buruh dalam audiensi adalah Anggota TGUPP DKI; Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi Andri Yansyah; dan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Taufan Bakri.

Padahal, buruh sudah menyiapkan tiga tuntutan yang akan dibacakan langsung di hadapan Anies, merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan UU Cipta Kerja (Ciptaker) inkonstitusional bersyarat.

Pertama, buruh menafsirkan bahwa putusan MK harus dimaknai bahwa aturan ketenagakerjaan dalam UU Ciptaker dan peraturan turunannya tidak boleh dilaksanakan karena sektor ketenagakerjaan tergolong sebagai kebijakan strategis dan berdampak luas sebagaimana dimaksud dalam naskah akademik dan materi muatan undang-undang a quo.

Kedua, terkait kebijakan upah minimum tahun 2022, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak dapat merujuk pada aturan turunan UU Cipta Kerja Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan.

"UMP tahun 2022 harus didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan," ungkap Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal dalam tuntutan yang dikutip VOI pada Kamis, 9 Desember.

Ketiga, buruh mengultimatum Anies untuk merevisi SK terkait UMP DKI tahun 2022. Revisi SK ini harus keluar pada Jumat, 10 Desember.

"Revisi SK UMP tahun 2022 ini sesuai dengan janji yang pernah disampaikan secara terbuka pada tanggal 29 November 2021 di hadapan ribuan peserta aksi," ujar Said Iqbal.

Terkait absennya Anies dalam aksi buruh kemarin, Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) AGN DKI Jakarta William Yani Wea mengaku buruh merasa kecewa.

"Yang pasti kami kecewa dengan Pak Gubernur karena tidak sesuai dengan janjinya pada tanggal 29 November. Menurut kami semua, Gubernur itu ketika menjanjikan pada tanggal 29 November itu bersifat spontan. Hanya untuk menyenangkan saja," kata Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) AGN DKI Jakarta William Yani Wea di Balai Kota DKI, Rabu, 8 Desember.

William menganggap, seharusnya Anies bisa melakukan revisi UMP tanpa harus menunggu persetujuan Kementerian Ketenagakerjaan lewat surat yang telah Anies kirimkan sebelumnya.

Menurut dia, dengan adanya putusan MK soal UU Cipta Kerja inkonstitusional, Anies bisa menaikkan UMP dengan nominal yang lebih tinggi dari yang ditetapkan sekarang.

Cara itu dilakukan dengan mencabut SK penetapan UMP DKI tahun 2022 yang menggunakan landasan aturan PP Nomor 36 Tahun 2020 yang merupakan aturan turunan UU Ciptaker dan menggantinya dengan menggunakan dasar aturan PP Nomor 78 Tahun 2015.

"Ketika Gubernur berani memberikan statement pada 29 November kemarin, pikiran kami sebagai buruh hanya satu, kembali dong ke PP 78. Di situ Gubernur tinggal mau memakai yang mana, inflasi daerah, pertumbuhan ekonomi daerah, atau nasional. Tinggal diputuskan. Tidak perlu ketemu stakeholder, tidak perlu ketemu pengusaha, tidak perlu ketemu buruh, tinggal diputuskan saja," jelas William.