Bagikan:

JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Nailul Huda mengatakan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengurangi jumlah bank di Indonesia membuat kinerja perbankan menjadi lebih efisien.

"Semakin sedikitnya jumlah bank ternyata bisa meningkatkan efisiensi kinerja keuangan dari perbankan tersebut," ujar Nailul dalam webinar ILUNI UI, dikutip dari Antara, Selasa 12 Juli.

Nailul mengatakan jumlah perbankan di Indonesia semakin menyusut dari sebanyak 1.700-an pada Januari 2019, menjadi 1.500-an pada Maret 2022. Dengan rincian sekitar 100-an adalah bank umum dan 1.400-an adalah BPR.

Selain disebabkan oleh pandemi, penurunan ini disebabkan juga adanya konsolidasi oleh OJK dalam beberapa tahun terakhir yang menaikkan modal inti perbankan.

Namun, pengurangan jumlah ini tidak mempengaruhi kenaikan jumlah aset perbankan di Indonesia. Pada Maret 2022 jumlah aset perbankan mencapai Rp10 ribu triliun, dari yang sebelumnya pada Januari 2019 sebanyak Rp8 ribu triliun.

"Dengan semakin sedikitnya jumlah bank, ternyata tidak mengurangi kenaikan dari jumlah aset. Jumlah aset perbankan kita mencapai Rp10 ribu triliun di tahun 2022," ujar Nailul.

Kenaikan jumlah aset ini diikuti oleh penyaluran dana yang relatif meningkat dari tahun 2019 hingga tahun 2022. Tercatat, pada Januari 2019 penyaluran dana sebanyak Rp8 ribu triliun. Lalu, pada Maret 2022 penyaluran dana tercatat lebih dari Rp10 ribu triliun.

Nailul mengatakan meningkatnya berbagai kinerja perbankan itu ditambah membaiknya ekonomi dan rendahnya suku bunga menyebabkan pendapatan operasional perbankan relatif meningkat dari tahun 2020 hingga tahun 2022.

Kemudian, meningkatnya pendapatan operasional diikuti dengan menurunnya rasio kredit bermasalah (NPL). Meski pada awal pandemi NPL naik relatif tajam dari sebesar 2,5 persen pada Januari 2019 menjadi 4 persen Juli 2020. Namun, penerapan restrukturisasi kredit berhasil menurunkan NPL secara lebih cepat hingga pada November 2020 turun menjadi 2,7 persen.

Sejak saat itu, menurut dia, NPL dari tahun 2021 hingga 2022 terpantau terus mengalami penurunan.

Nailul melanjutkan berbagai kebijakan pemerintah juga berhasil menaikkan kredit perbankan secara signifikan. Dari yang sebelumnya hampir menyentuh minus 5 persen pada Mei 2021 naik menjadi 5 persen pada Januari 2022.

Sebelumnya, perang dagang antara Tiongkok dan Amerika serta ketidakpastian ekonomi global sempat membuat pertumbuhan kredit perbankan turun hingga hampir menyentuh minus 5 persen pada 2021.

"Relaksasi untuk kredit perumahan, kredit untuk otomotif dan sebagainya, restrukturisasi juga itu ternyata bisa meningkatkan kredit perbankan secara optimal,” jelas Nailul.

Sebelumnya, melalui peraturan OJK Nomor 12 tahun 2020 tentang Konsolidasi Bank Umum, OJK mewajibkan perbankan memiliki modal inti Rp1 triliun pada 2020, lalu naik Rp2 triliun pada 2021 hingga menjadi Rp3 triliun pada 2022.