Bagikan:

JAKARTA – Joko Widodo (Jokowi) kini tak berpartai setelah ia didepak PDI Perjuangan (PDIP). Peluang mendirikan partai sendiri terbuka, karena ia diketahui memiliki pengikut yang loyal. Namun pengamat politik menilai langkah ini sulit ditempuh.

Hubungan Jokowi dengan PDIP menemui titik terang setelah partai yang menaunginya sejak 2004 itu membuat surat keputusan pemecatan. Total ada 27 kader yang didepak partai yang dinakhodai Megawati Soekarnoputri tersebut, termasuk putra sulung serta menantu Jokowi, Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution.

Pemecatan itu baru dilakukan setelah urusan Pemilihan Presiden 2024 rampung, meski panas dingin hubungan keduanya sudah terjadi setidaknya dalam satu tahun ke belakang. Alasannya, karena PDIP memegang prinsip menjaga martabat Jokowi selama menjabat sebagai Presiden Indonesia.

Setelah resmi nganggur dan tidak terikat dengan partai mana pun, masa depan Jokowi di kancah politik menjadi teka-teki. Ke mana ia akan berlabuh? Apakah Jokowi justru akan membuat partai baru?

Punya Pendukung Loyal

Jokowi selalu berada di bawah bendera PDIP sejak ia memutuskan berkecimpung di politik pada 2004. Mulai dari pemilihan Wali Kota Solo, pemilihan Gubernur Jakarta, sampai pemilihan presiden yang ia menangkan di dua edisi sebelum Pilpres 2024.

Presiden ketujuh Indonesia ini juga dikenal memiliki barisan pendukung yang loyal. Saking setianya pada Jokowi, terbentuklah organisasi masyarakat bernama Projo yang dikukuhkan pada 23 Desember 2013. Deklaratornya adalah kader PDIP dan aktivis mahasiswa 1998. Sekarang Projo diketauai Budi Arie Setiadi.

Loyalitas Projo ini pula disebut-sebut memiliki andil besar dalam kesuksesan Jokowi mengalahkan Prabowo Subianto pada Pilpres 2014 dan 2019. Melihat hal ini, Direktur Eksekutif Nusantara Institute Political Communication Studies and Research Centre (PolCom SRC) Andriadi Achmad tak menutupi fakta bahwa Jokowi merupakan salah satu presiden yang memiliki banyak pengikut dan simpatisan.

Karena itu, menurut Andriadi, pemecatan Jokowi oleh PDIP akan berdampak kepada pemilih ke depannya, karena ia merupakan salah satu kader potensial partai tersebut.

Baliho PSI partai Jokowi sempat menyebar di sejumlah lokasi di Jakarta. (Ist)

“Setidaknya betapa banyak organisasi-organisasi relawan Jokowi lahir ke permukaan, secara real selama Jokowi sebagai Kader PDIP cenderung memilih PDIP dalam setiap pemilu,” ungkap Andriadi.

“Setelah resmi PDIP memecat Jokowi, maka keseluruhan pendukung dan pengikutnya serta merta meninggalkan PDIP,” kata dia menambahkan.

Dalam kesempatan yang sama, Andriadi berujar Jokowi bakal kehilangan power cukup signifikan setelah ia tak lagi menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia. Namun dengan barisan pendukung yang solid, karier politik Jokowi tidak akan surut. Ia meyakini sejumlah partai seperti Gerindra, Golkar, PAN, dan PSI siap menggelar karpet kehormatan menyambut Jokowi sebagai bagian dari parpolnya.

“Artinya menunjukkan bahwa Jokowi masih memiliki power dalam perpolitikan Indonesia,” kata Andriadi, yang juga dosen di Universitas Al Azhar Indonesia.

Siap Ditampung Partai Besar

“Untuk tempat berlabuh, kita tunggu saja tanggal mainnya,” begitu jawaban Andriadi saat membicarakan partai mana yang akan menjadi tujuan Jokowi selanjutnya.

Sebelum resmi dipecat, Jokowi sempat dihubungkan dengan sejumlah partai. PSI diklaim bakal dengan senang hati menerima kehadiran pria kelahiran Solo ini. Ketika Airlangga Hartarto secara mengejutkan mengumumkan pengunduran diri sebagai Ketum Golkar juga sempat dikaitkan dengan Jokowi. Terpilihnya Bahlil Lahadia, tangan kanan Jokowi, sebagai suksesor Airlangga juga disinyalir menjadi salah satu cara untuk memasukkan Jokowi ke partai berlambang pohon beringin tersebut.

Belum lagi pernyataan Sekjen PAN Eko Patrio yang mengatakan partainya sangat terbuka menerima Jokowi. Ia terlihat mengunjungi Prabowo Subianto di kediaman sang presiden beberapa waktu lalu, setelah pemecatan oleh PDIP. Pertemuan di Kertanegara ini memicu spekulasi Jokowi akan bergabung dengan Gerindra. 

Ketua harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan Gerindra partai yang terbuka. Namun ia mengaku tidak mengetahui rencana Jokowi ke depan, apakah akan bergabung dengan partainya atau memiliki rencana lain.

Sampai saat ini memang belum ada tanda-tanda ke mana ia akan berlabuh. Andriadi menuturkan, karier politik Jokowi masih relatif stabil dan panjang mengingat keluarganya, Gibran dan Bobby, serta si bungsu sekaligus Ketum PSI Kaesang Pangarep masih perlu arahan dan bimbingan agar on the track kedepannya.

“Jadi biar bagaimana pun Jokowi akan membimbing dinastinya. Beberapa parpol dengan pintu terbuka lebar menawarkan agar Jokowi masuk ke rumahnya pasca dipecat PDIP, seperti Gerindra, Golkar, PAN, PSI dan lainnya,” ujar Andriadi.

“Karena parpol tersebut masih merasakan getaran Jokowi effect relatif berpengaruh dalam elektoral pemilu ke depan. Namun, paling realistis Jokowi membimbing trahnya di PSI sebagai Ketua Dewan Pembina PSI,” imbuhnya.

Selain bergabung dengan partai yang sudah ada, kabar Jokowi membentuk partai baru juga berembus seusai didepak PDIP. Banyak kalangan menilai ini langkah realistis mengingat Jokowi punya loyalis yang tersebar di seluruh nusantara.

Joko Widodo, saat itu masih menjabat presiden, menyampaikan pidato dalam penutupan Musyawarah Nasional (Munas) XI Partai Golkar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024). (ANTARA/Muhammad Adimaja/pri)

Selain itu, pembentukan partai baru juga bisa menjadi bukti siapa yang lebih kuat antara Jokowi dan PDIP. Karena jika akhirnya memilih gabung dengan partai yang ada, seberapa kuat power Jokowi tidak akan terlihat. Tapi opsi ini menurut Andriadi sangat berisiko buat Jokowi.  

“Jokowi akan berhitung jika akan membuat parpol baru, tentu membutuhkan kerja keras dan dukungan finansial yang besar. Paling realistis membesarkan PSI bersama Si Bungsu, Kaesang Pangarep,” pungkasnya.