JAKARTA – PDI Perjuangan (PDIP) akhirnya mengumumkan pemecatan Joko Widodo (Jokowi), Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Calon Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution dari keanggotaan partai.
Dengan pemecatan ini, Ketua DPP Bidang Kehormatan PDIP Komarudin menegaskan Jokowi dilarang melakukan kegiatan dan menduduki jabatan apa pun yang mengatasnamakan partai berlambang banteng moncong putih tersebut.
Komarudin juga menegaskan bahwa DPP PDIP tidak lagi bertanggung jawab atas apa yang dilakukan Jokowi ke depannya. Ia kemudian menyebut Jokowi, Gibran, dan Bobby dipecat bersama 27 anggota PDIP lainnya, tetapi Komarudin tak menyebut secara rinci nama-nama mereka.
“Terhitung setelah dikeluarkannya surat pemecatan ini, maka DPP PDI-P tidak ada hubungan dan tidak bertanggung jawab atas sesuatu yang dilakukan saudara Jokowi,” ucap Komarudin.
Pemecatan Jokowi bersama putra sulung dan menantunya sebenarnya bukan kabar yang mengejutkan. Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno memandang pemecatan Jokowi dan keluarganya hanya sekadar formalitas.
Namun Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion Dedi Kurnia Syah memprediksi kekuatan politik Jokowi melemah pasca-didepak PDIP, kecuali yang bersangkutan bergabung dengan partai elite.
Sekadar Formalitas
Jokowi Widodo bergabung dengan PDIP sekitar 2004. Partai yang diketuai Megawati Soekarnoputri ini pula yang selalu mengusung pria kelahiran Surakarta tersebut di berbagai kontestasi politik, mulai pemilihan Wali Kota Solo, Pemilihan Gubernur Jakarta, sampai Pemilihan Presiden.
Bersama bendera PDIP pula Jokowi berhasil menduduki jabatan tertinggi di Indonesia selama sepuluh tahun, setelah ia memenangkan pilpres dua kali berturut-turut pada 2014 dan 2019.
Namun hubungan Jokowi dan PDIP memanas menjelang Pilpres 2024. Mantan Wali Kota Solo itu tidak memberikan dukungan kepada Ganjar Pranowo, calon presiden yang diusung partai tempat ia bernaung. Jokowi malah memberikan support kepada mantan rivalnya, Prabowo Subianto, yang kemudian berpasangan dengan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka setelah putusan Mahkamah Konstitusi membolehkan capres dan cawapres berusia di bawah 40 tahun maju di Pilpres selama pernah menduduki jabatan publik yang dipilih lewat pemilu.
Sejak saat itu, ketegangan antara PDIP dan kubu Jokowi tak dapat dihindari. PDIP tak menganggap pria 63 tahun ini sebagai bagian dari partai, meski belum juga mengeluarkan keputusan pemecatan secara resmi.
Barulah pada 16 Desember, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut resmi mendepak Jokowi dan Gibran. Surat pemecatan keduanya dituangkan dalam SK nomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024 dan 1651/KPTS/DPP/XII/2024 yang ditandatangani oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.
Namun pemecatan ini dianggap Adi Prayitno hanya sebagai formalitas karena Jokowi dan PDIP sudah pisah jalan sejak masa Pilpres 2024.
“Selama ini Jokowi dan Gibran sudah dianggap tak penting lagi bagi PDIP. Jadi, pemecatan ini hanya sebatas formalitas bahwa PDIP sudah wassalam dengan Jokowi dan Gibran,” kata Adi.
Namun, Adi meyakini pemecatan Jokowi dan Gibran tidak menurunkan daya tawar keduanya ketika nanti ingin bergabung dengan partai politik yang lain. Ia yakin keduanya masih bisa dengan mudah berganti baju partai meski belum dipecat karena sudah tidak dianggap menjadi bagian PDIP.
“Tidak ada pengaruhnya terhadap daya tawar Jokowi dan Gibran setelah dipecat PDIP. Toh partai lain juga tahu bahwa Jokowi-Gibran sudah tak lagi jadi bagian PDIP,” ujar Adi.
Melihat sepak terjang Jokowi di kancah politik Tanah Air, Adi meyakini presiden ketujuh itu bisa dengan muda bergabung dengan partai lain. Demikian pula dengan Gibran karena saat ini berstatus wapres sampai lima tahun ke depan.
Pengaruh Jokowi Tidak Istimewa
Masyarakat tentu masih ingat ketika Megawati melabeli Jokowi sebagai petugas partai. Istilah petugas partai ini menuai kontroversi. Tak hanya itu, Megawati juga pernah menyebut “Jokowi bukan siapa-siapa tanpa PDIP” yang dianggap berjasa membesarkan namanya di kancah politik.
Klaim Megawati itu menjadi pro kontra. Meski sebagian setuju dengan pernyataan tersebut, namun tidak sedikit juga yang menganggap keberhasilan Jokowi memenangkan pilpres karena ‘nama nya lebih besar dari partai’. Kekalahan telak partai merah itu di Pilpres 2024 menjadi salah satu bukti bahwa PDIP kehilangan taji tanpa Jokowi.
Namun Dedi Kurnia Syah memiliki pandangan lain. Pengamat politik IPO ini justru mengatakan, pengaruh Jokowi pada pemilih atau publik sebenarnya tidak istimewa. Menurut Dedi, yang membuat Jokowi selama ini kuat karena pengaruhnya di lingkar kekuasaan, dan saat ini pengaruh kuasa itu berangsur memudar.
“Jokowi akan tetap kuat jika solid dan mendapat kepatuhan Prabowo sebagai presiden, jika tidak maka elite politik akan ikut meninggalkan Jokowi,” ucap Dedi kepada VOI.
BACA JUGA:
Dalam kesempatan yang sama, Dedi juga memprediksi pertarungan Pemilu 2029, di mana keluarga Jokowi akan bergantung pada elite parpol yang menaunginya. Jokowi tidak lagi menjadi penentu kemenangan, seperti yang terjadi di tiga edisi terakhir. Ia yakin pengaruh Jokowi tidak akan berdampak signifikan, meski bagi parpol kecil atau menengah figur eks Gubernur Jakarta ini akan tetap menarik.
Pemecatan Jokowi oleh PDIP juga diyakini akan berdampak pada peta politik di Pilpres 2029. Wapres Gibran Rakabuming Raka kemungkinan besar justru akan menjadi penantang Presiden Prabowo Subianto lima tahun yang akan datang. Di sinilah, nama Jokowi menjadi taruhan, spakah ia mampu menarik dukungan untuk memenangkan putra sulungnya?
“Pemilu 2029 akan cukup pelik, pertarungan antara Prabowo dan Gibran. Jokowi dengan catatan politiknya selama ini besar kemungkinan bersiap meninggalkan Prabowo, tetapi Gibran belum cukup kuat tanpa dukungan Parpol besar,” jelasnya.
“Dengan pemecatan PDIP saat ini, di mana PDIP mayoritas di Parlemen, ini akan berdampak pada manuver politik Jokowi ke depan,” kata Dedi menyudahi.