JAKARTA – Memiliki wajah cantik dan mulus adalah impian semua perempuan. Tapi sayang ada kalanya hal ini membuat masyarakat kurang berhati-hati dalam memilih klinik kecantikan.
Industri perawatan kulit mengalami pertumbuhan pesat setidaknya dalam satu dekade ke belakang. Hal didorong oleh semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk merawat kulit, sehingga klinik kecantikan pun semakin menjamur.
Tapi ada dampak lain di tengah meningkatnya minat masyarakat terhadap klinik estetika. Mulai dari beredarnya produk kecantikan yang mengandung bahan berbahaya, tindakan perawatan yang tidak sesuai dengan standar keamanan, sampai munculnya dokter palsu atau dalam istilah medis disebut dokteroid.
Seperti yang sedang menjadi pembicaraan akhir-akhir ini, saat Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengungkap kasus praktik terapi kecantikan ilegal di Jakarta Selatan dengan modus bisa menghilangkan bopeng pada wajah.
Hasil pemeriksaan awal menunjukkan alat dermaroller dan krim anestesi tidak memiliki izin edar, dan ternyata pelaku berinisial RA bukan dokter sedangkan pelaku lainnya berinisial DNJ ternyata bukan tenaga medis.
"Diduga RA dan DNJ telah melakukan tindak pidana dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar," kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Wira Satya Triputra.
Bahaya Tergiur Perawatan Murah
Kasus terapi kecantikan ilegal di Jakarta baru-baru ini hanya satu dari sekian banyaknya klinik kecantikan abal-abal yang diduga bermasalah. Biaya perawatan yang murah dan hasil yang instan menjadi modal bagi klinik estetika ilegal untuk menarik pasien.
Padahal tindakan medis apa pun, termasuk perawatan kecantikan, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang tidak memenuhi standar sangat berisiko. Apalagi seperti pada kasus klinik kecantikan ilegal di Jakarta terbukti menggunakan dermaroller dan krim anestesi yang tidak berizin.
Dokter Spesialis Dermatologi & Venerologi Dr. Muji Iswanty mengingatkan potensi bahaya terapi perawatan kecantikan dermaroller dan merkuri dalam kosmetik apabila digunakan oleh bukan tenaga profesional.
"Yang mengkhawatirkan adalah praktik-praktik dan bahan ini digunakan oleh orang yang tidak memiliki kompetensi. Ini semua ada standar pelaksanaan kegiatan kesehatan estetik," kata Muji dalam webinar yang diselenggarakan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada Jumat (13/12/2024).
Lebih lanjut, Muji mengingatkan masyarakat untuk memahami segala informasi sebelum menggunakan alat atau obat medis, termasuk kosmetik. Pada dasarnya, kata Muji, kosmetik adalah produk yang digunakan untuk membersihkan, memelihara, atau mempercantik bagian tubuh.
Tapi karena didasari keinginan mendapatkan hasil yang instan, tak sedikit masyarakat yang tergiur berlih ke perawatan yang lebih intensif, salah satunya dermaroller yang memang menjadi tren belakangan ini.
Mengutip AI Care, dermaroller adalah alat untuk merangsang produksi kolagen pada kulit. Alat ini biasanya digunakan oleh dokter pada prosedur microneedling (jarum mikro). Dermaroller dapat memberikan beragam manfaat untuk kecantikan, mulai dari menghilangkan kerutan, meratakan warna kulit, hingga mengecilkan pori-pori.
Dermaroller berbentuk seperti roda yang dilapisi oleh jarum-jarum yang sangat kecil. Bagian rodanya tersambung dengan gagang atau pegangan, sehingga mempermudah penggunanya untuk menggulung roda pada permukaan kulit.
Meski dermaroller banyak dijual bebas di toko online maupun toko kecantikan, penggunaannya untuk microneedling tetap perlu dilakukan oleh dokter kulit maupun dokter kecantikan yang kompeten. Tujuannya untuk mengurangi risiko terjadinya efek samping.
"Penggunaan alat ini dengan tidak tepat dapat menyebabkan infeksi atau kerusakan pada kulit. Ditambah penggunaan produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya, seperti merkuri dan hidroquinone dalam krim pemutih," tutur Muji.
Kurangnya Pemahaman Masyarakat tentang Klinik Estetika
Senada dengan Muji, dokter spesialis kulit dr. Arini Astasari Widodo juga mengingatkan terapi perawatan kecantikan dermaroller yang sedang populer harus dilakukan oleh tenaga medis profesional yang memiliki kompetensi di bidang dermatologi atau estetika medis.
"Sertifikasi kecantikan dari kursus singkat tidak cukup untuk melakukan tindakan medis seperti dermaroller, laser, atau filler," kata Ariani.
Terkait banyaknya masyarakat yang lebih tegiur dengan harga murah dan janji hasil instan sehingga memiliki klinik tidak resmi, menurut Ariani hal ini tidak lepas karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang perbedaan antara tenaga medis profesional dengan praktisi non-medis. Selain itu, banyak klinik ilegal yang sering mempromosikan layanan secara berlebihan tanpa edukasi tentang risikonya.
Di beberapa daerah, terbatasnya akses ke klinik dermatologi juga menjadi salah satu faktor pendorong masyarakat yang memiliki konsultasi di klinik ilegal tanpa mempertimbangkan keamanan.
BACA JUGA:
Untuk itu, Ariani mengingatkan masyarakat untuk memeriksa kredensial klinik dan dokter sebelum melakukan prosedur dan perlu memastikan klinik serta izin praktik resmi dari Dinas Kesehatan, dan dokter yang menangani memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) serta Surat Izin Praktik (SIP).
Dokter Spesialis Dermatologi & Venerologi Dr. Muji Iswanty menambahkan, dalam setiap perawatan kecantikan membutuhkan proses dengan waktu yang bervariasi antara satu pasien dan pasien lainnya. Karena itu, ia mengajak masyarakat untuk tidak tergiur dengan iming-iming hasil instan yang kerap dilakukan dokter atau klinik kecantikan ilegal.
Ia mengimbau masyarakat untuk selalu berkonsultasi dengan dokter kulit atau ahli kecantikan yang berkompeten sebelum menggunakan produk atau prosedur perawatan apapun, termasuk dermaroller dan produk pemutih yang mengandung bahan kimia berbahaya.
"Kulit cantik itu kulit yang sehat, dan untuk mendapatkannya perlu perawatan rutin, jadi bukan hasil-hasil instan. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang risiko-risiko tersebut, kita bisa lebih bijak dalam memilih perawatan kecantikan yang aman bagi kulit dan kesehatan kita," pungkas Muji.