Bagikan:

JAKARTA - PT Fitch Ratings Indonesia menyambut baik kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Direktur Fitch Ratings Indonesia Indonesia Gary Hanniffy mengatakan bahwa kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan membawa dampak positif terhadap industri perbankan di Tanah Air.

“Kebijakan tersebut akan mengurangi tekanan bank dalam jangka pendek,” katanya dalam siaran resmi pada Senin, 6 September.

Menurut Gary, apabila tekanan bisa dikurangi maka dapat berdampak pada perbaikan kinerja usaha.

“Ini akan meningkatkan kualitas aset dan juga meningkatkan profitabilitas bank,” tutur dia.

Meski demikian, Gary melihat bahwa restrukturisasi kredit bukanlah sebuah solusi permanen yang bisa diharapkan dalam tempo yang cukup panjang.

“Tetapi perlu diingat bahwa ini hanya memperpanjang masa pinjaman yang mengalami penurunan kualitas,” tegasnya.

Lebih lanjut, Gary menambahkan jika bank mempunyai cukup waktu untuk menyusun kembali target pencapaian agar kinerja usaha dapat lebih optimal.

“Perpanjangan ini memberi bank lebih banyak waktu untuk menangani kredit bermasalah seiring pemulihan ekonomi dan mengurangi risiko lonjakan NPL (non-performing loan) di kuartal II 2022. Hal itu berarti juga berarti pada sepanjang 2022 bank bisa melakukan ekspansi kredit yang terukur pada satu tahun penuh,” jelas dia.

Untuk diketahui, OJK menetapkan jika pemberlakuan restrukturisasi kredit diperpanjang hingga 31 Maret 2023. Sebelumnya, lembaga pimpinan Wimboh Santoso itu hanya merencanakan kebijakan intermediasi hingga Maret 2022.

“Perpanjangan kebijakan stimulus perbankan hingga 31 Maret 2023 berlaku bagi seluruh bank yaitu Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS), Bank Perkreditan Rakyat (BPR), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS),” kata Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot.

Adapun, nilai restrukturisasi kredit perbankan menurut OJK hingga Juli 2021 adalah sebesar Rp 778,9 triliun. Jumlah tersebut disebar kepada 5 juta debitur dengan 71,53 persen di antaranya adalah debitur UMKM.

“Outstanding kredit restrukturisasi menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan posisi di awal penerapan stimulus,” klaim OJK.