Setelah Tommy Soeharto, Kini Giliran Kaharudin Ongko Dipanggil Satgas BLBI Soal Utang Rp8 Triliun
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan petinggi Bank Umum Nasional (BUN) Kaharudin Ongko dilaporkan tengah dipanggil oleh Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terkait masalah utang-piutang dengan total mencapai Rp8,18 triliun.

Informasi itu terkuak ketika Satgas menyebarluaskan pengumuman tersebut melalui media massa pada tengah pekan ini, seperti yang diteruskan oleh Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo.

“Sehubungan dengan pelaksanaan tugas Satgas BLBI berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021, bersama ini diminta kehadiran saudara (Kaharudin Ongko) pada Selasa, 7 September 2021 pukul 10.00 WIB di Gedung Syarifudin Prawiranegara, Kementerian Keuangan Jakarta,” demikian isi maklumat pemanggilan itu seperti yang dikutip pada Sabtu, 4 September.

Adapun, agenda yang direncanakan adalah penyelesaian hak tagih negara dana BLBI sebesar Rp7,28 triliun atas Bank Umum Nasional (BUN) dan Rp359,43 miliar untuk Bank Arya Panduarta.

“Dalam hal saudara tidak memenuhi kewajiban penyelesaian hak tagih negara, maka akan dilakukan tindakan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan,” kata Satgas BLBI.

Satu hal yang menarik adalah Satgas BLBI berhasil melacak keberadaan Kaharudin Ongko yang diyakini juga menetap di Singapura, selain rumahnya di Setiabudi, Jakarta Selatan.

Untuk diketahui, pemanggilan para oknum pengemplang dana bailout melalui media massa adalah mekanisme terakhir apabila dua kali pemanggilan awal secara personal tidak dipatuhi.

Sebelumnya, putra bungsu mantan Presiden Soeharto, yakni Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto juga dipanggil Satgas BLBI melalui media massa. Namun, Tommy dikabarkan tidak datang pada panggilan yang direncanakan 26 Agustus tersebut.

Sebagai informasi, BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Tanah Air. Langkah ini dimaksudkan sebagai talangan agar bank memiliki kemampuan menjaga arus kas saat terjadi gelombang penarikan uang oleh nasabah akibat ketidakpastian ekonomi.

Asal tahu saja, nilai kerugian negara atas dana bailout bank sentral yang terjadi pada 22 tahun lalu itu mencapai Rp110,45 triliun. Hingga saat ini, pemerintah masih menanggung beban dengan mencicil pokok pinjaman kepada BI beserta bunganya.

Terbaru, pemerintah melalui Kementerian Keuangan sukses melakukan perampasan aset pengemplang BLBI di sejumlah daerah. Dalam konferensi pers Jumat, 27 Agustus, Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan jika salah satu aset tersebut berada di Karawaci, Tangerang dengan estimasi nilai Rp1,3 triliun.

Di tempat lain, negara juga berhasil menguasai 49 bidang tanah dengan luas total 5.291.200 meter persegi di tiga titik lokasi berbeda, yaitu Medan, Pekanbaru, dan Bogor.