Pengamat Nilai Larangan Ekspor Batu Bara Sudah Tepat
Ilustrasi/antara

Bagikan:

JAKARTA - Keputusan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan pelarangan sementara ekspor batu bara mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute sekaligus pengamat energi, Komaidi Notonegoro menilai, langkah pemerintah sudah tepat. Apalagi larangan ekspor ini untuk memenuhi kebutuhan batu bara dalam negeri di sektor listrik.

"Hal ini bagus untuk menjaga kendala pasokan listrik yang memang sebagian besar dipenuhi dari batubara,"ungkap Komaidi kepasa VOI melalui pesan tertulis.

Sebenarnya, kata dia, jika Dometic Market Obligation (DMO) batu bara teralisasikan, kebutuhan batu bara untuk PLN akan terpenuhi. Di mana konsumsi batu bara PLN sekitar 100 juta ton per tahun, sementara produksi dalam negeri sekitar 600 juta ton per tahun.

Agar DMO tepenuhi, lanjutnya, perlu ada kesadaran bersama antara penguaha, pemerintah dan PLN. Pengusaha perlu memahami bahwa ini untuk kepentingan nasional. Sementara pemerintah dan PLN juga perlu menyadari bahwa harga DMO yg diterima jauh di bawah harga pasar.

"Karena itu penyesuian harga agar disparitas tidak terlalu tinggi juga perlu dipertimbangkan,"pungkas Komaidi.

Sejak 2018 lalu, pemerintah telah menetapkan DMO batu bara sebesar 70 dolar AS per metrik ton. Nah, pada 2021 Kementerian ESDM mewajibkan perusahaan batu bara untuk memasok minimal 25 persen dari total produksi tahunan untuk kebutuhan dalam negeri.

Komaidi melanjutkan, sebenarnya larangan ekspor ini punya dampak lain juga. "Jika kasus DMO ini berlanjut dan larangan ekspor diperpanjang dapat berpotensi meningkatkan harga batu bara di pasar internasional mengingat pasokan berpotensi berkurang,"ujar Komaidi.

Sementara di sisi pemerintah, dengan larangan ekspor ini maka potensi penerimaan negara seperti pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hilang.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo menegaskan perusahaan tambang wajib memenuhi mekanisme persentase penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO).

“Sudah ada mekanisme DMO yang mewajibkan perusahaan tambang memenuhi kebutuhan pembangkit PLN. Ini mutlak jangan sampai dilanggar dengan alasan apapun,” kata Presiden Jokowi dalam keterangan pers daring dari Istana Merdeka di Jakarta, Senin,

Ia mengingatkan perusahaan yang melanggar mekanisme DMO batu bara dapat dijerat sanksi tidak diberikan izin ekspor, hingga pencabutan izin usaha.

Kementerian ESDM sebelumnya telah melarang sementara ekspor batu bara periode 1 sampai 31 Januari 2022 untuk menjamin ketersediaan pasokan baru bara bagi pembangkit listrik di dalam negeri.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan jika pasokan batu bara di dalam negeri tersendat, maka akan berdampak pada lebih dari 10 juta pelanggan PLN, baik masyarakat umum hingga industri.

Pun apabila larangan ekspor tidak dilakukan, maka dapat menyebabkan pemadaman terhadap 20 PLTU batu bara yang memiliki daya 10.850 megawatt.

"Ini berpotensi mengganggu kestabilan perekonomian nasional. Saat pasokan batu bara untuk pembangkit sudah terpenuhi, maka akan kembali normal, bisa ekspor. Kami akan evaluasi setelah tanggal 5 Januari 2022 mendatang," ujar Ridwan.

Pemerintah telah beberapa kali mengingatkan kepada pengusaha batu bara untuk terus memenuhi komitmennya memasok batu bara ke PLN.

Namun, realisasinya pasokan batu bara setiap bulan ke PLN di bawah kewajiban persentase penjualan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri (DMO), sehingga terakumulasi dan di akhir tahun pembangkit PLN mengalami defisit pasokan batu bara.