Anggota Komisi VII DPR RI Minta Pemerintah Tak <i>Gebyah Uyah</i> Larangan Ekspor Batu Bara
Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru. (foto: dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA – Keputusan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan pelarangan sementara ekspor batu bara yang diberlakukan pada 1 Januari sampai 31 Januari 2021, mendapatkan banyak kritik.

Setelah sebelumnya KADIN mengkritisi kini giliran, Anggota Komisi VII DPR RI Nasyirul Falah Amru alias Gus Falah meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan  tersebut.

"Aturan itu perlu ditinjau ulang karena kurang tepat di tengah pandemi dan kondisi perekonomian yang mulai membaik," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Minggu, 2 Desember.

Falah menjelaskan pandemi COVID-19 telah menyebabkan musibah global sehingga berdampak terhadap ekspor mineral dan batu bara. Akibatnya harga batu bara meningkat signifikan dan berdampak secara ekonomi hingga geopolitik.

Untuk itu, menurut Gus Fallah, apabila ekspor batu bara dilarang, maka akan berdampak terhadap perekonomian di dalam negeri.

Sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk melarang seluruh perusahaan batu bara melakukan ekspor mulai 1 Januari 2022.

Hal ini dilakukan karena kekhawatiran terhadap rendahnya pasokan untuk pembangkit listrik domestik. Hal ini dikhawatirkan bisa mempengaruhi kondisi listrik nasional. Berdasarkan surat itu pelarangan ekspor batu bara akan berlaku hingga 31 Januari 2022.

Falah juga menyampaikan jika larangan ekspor alasannya adalah agar para pemilik tambang dapat memenuhi kewajiban terkait Domestic Market Obligation (DMO), maka seharusnya tidak bisa disamaratakan pemberlakuan larangan ekspor.

"Saya pikir bisa dilihat data perusahaan mana yang saat ini tidak memiliki komitmen terkait suplai batu bara untuk dalam negeri. Kalau semuanya digebyah-uyah (disamakan) ini juga tidak baik, semua perusahaan tambang dianggap tidak memenuhi kewajiban menyuplai di dalam negeri, itu juga tidak baik," pesannya.

Lebih lanjut, Falah menyampaikan sebaiknya pelarangan itu ditinjau ulang untuk dipilah-pilah perusahaan mana saja yang tidak memenuhi komitmen suplai kebutuhan dalam negeri.

"Mereka itu yang harus dilarang ekspor, perusahaan yang tidak memenuhi komitmen untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Tapi, perusahaan-perusahaan yang sudah memenuhi kebutuhan dalam negeri sesuai ketentuan tidak ada masalah mereka melakukan ekspor," kata Falah.