JAKARTA - Pemerintah Indonesia meneken Perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Melalui perjanjian ini, Indonesia bisa merespon berbagai dinamika perubahan perekonomian dunia serta dalam menjadikan penguatan pasar dunia yang tetap terbuka.
Perjanjian RCEP merupakan inisiatif Indonesia pada saat menjadi Ketua ASEAN di 2011, di mana Indonesia kemudian dipercaya menjadi koordinator yang memimpin jalannya perundingan Perjanjian RCEP.
Implementasi Perjanjian RCEP yang ditargetkan selesai diratifikasi pada kuartal I tahun 2022 menjadi semakin penting di tengah guncangan ekonomi global yang diakibatkan perang dagang dan pandemi Covid-19. Untuk menghadapi implementasi tersebut, perlu dipersiapkan langkah strategis sebagai upaya mitigasi dan pemanfaatan perjanjian RCEP bagi Indonesia.
“RCEP merupakan kesepakatan regional trading block terbesar di dunia, yang meliputi 30% dari PDB dunia, 27% dari perdagangan dunia, 29% dari investasi asing langsung dunia dan 29% dari populasi dunia,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto melalui keterangan tertulisnya, Jumat 31 Desember.
Saat ini, sudah ada 7 Negara ASEAN (Brunei, Kamboja, Laos, Thailand, Singapura, Vietnam, dan Myanmar) dan 5 Negara Mitra ASEAN (RRT, Jepang, Australia, Selandia Baru, dan Korea Selatan) yang telah merampungkan ratifikasi. Ratifikasi oleh Pemerintah Indonesia menjadi syarat utama pemanfaatan Perjanjian RCEP di Indonesia.
Implementasi Perjanjian RCEP tidak dilakukan secara langsung melainkan secara bertahap yaitu eliminasi tarif sebesar 65% pada saat mulai berlaku (Entry into Force/EIF) di 2022, 80% pada EIF+10 tahun, dan 92% pada EIF+15-20 tahun.
BACA JUGA:
Menko Airlangga menjelaskan, implementasi Perjanjian RCEP akan mendatangkan berbagai manfaat bagi Indonesia, di antaranya adalah kepastian dan keseragaman aturan perdagangan, iklim investasi yang lebih kondusif, peningkatan peluang usaha barang, jasa dan investasi, serta penguatan integrasi ke dalam Regional Value Chain (RVC).
Negara anggota RCEP memiliki arti yang signifikan bagi perekonomian Indonesia sebagai tujuan ekspor (56%) dan sumber impor utama (65%) Indonesia di 2020. Negara anggota RCEP juga merupakan sumber utama aliran investasi asing (PMA) ke Indonesia. Pada 2020, sebesar 72% PMA yang masuk ke Indonesia berasal dari negara anggota RCEP dengan Singapura, Tiongkok, Jepang, Korea Selatan dan Malaysia menjadi investor utama.
Perjanjian RCEP memiliki keunggulan utama yaitu menyederhanakan aturan FTA. Melalui mekanisme RCEP akan digunakan satu jenis Surat Keterangan Asal (SKA) di seluruh kawasan RCEP sehingga menghemat biaya perdagangan.
Perjanjian RCEP juga mendukung terciptanya RVC melalui pengakuan bahan baku/bahan intermediate yang berasal dari negara anggota RCEP, sehingga terbentuk Regional Production Hub. Hal ini merupakan peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan industri yang menghasilkan produk akhir, bukan hanya produk setengah jadi. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi di RVC memberikan nilai tambah besar.
Selain mendorong ekspor ke negara anggota RCEP, Indonesia dapat menarik lebih banyak Foreign Direct Investment dengan dukungan fasilitasi kemudahan investasi, alih teknologi, dan kepastian hukum investasi yang diatur di dalam RCEP.
Sebagai perjanjian yang komprehensif dan modern, RCEP tidak hanya mengatur akses pasar, tapi juga memuat beberapa fitur penting seperti penciptaan ekosistem perdagangan sistem elektronik (e-commerce) yang kondusif dan meningkatkan kapasitas para pelaku UMKM, khususnya dalam hal promosi dan akses digital untuk masuk dalam rantai pasok regional.
“Kata kunci pemanfaatan RCEP adalah peningkatan daya saing. Kemudahan berusaha melalui UU Cipta Kerja menjadi salah satu senjata utama kita untuk menarik investasi dari negara anggota RCEP yang berorientasi ekspor. Kita juga harus bisa memanfaatkan Presidensi G20 Indonesia tahun 2022 untuk mendorong pemanfaatan RCEP dan memperkuat kepemimpinan Indonesia,” tutup Menko Airlangga.