Bagikan:

JAKARTA - Perlahan Bali kembali kondusif. Sempat mengalami penurunan drastis, beban listrik Bali mulai merangkak naik. Bahkan pada Oktober lalu Perusahaan Listrik Negara (PLN) catatkan rekor beban puncak listrik tertinggi sejak 2019-2021. Bukan masalah. Tapi jadi menarik melihat rencana pembangunan proyek pembangkit listrik ke depan, termasuk PLTGU Celukan Bawang 2.

Rekor itu tercatat pada Kamis, 14 Oktober pukul 19.00 WIB, dengan beban puncak mencapai 28.093 megawatt. Sementara, untuk beban puncak siang sepanjang 2021 tertinggi terjadi pada Rabu, 13 Oktober.

General Manager PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Timur Adi Priyanto menyebut kondisi itu lebih baik ketimbang beban puncak tertinggi sepanjang 2019. Pada tahun itu rekor beban puncak listrik tercatat dalam besaran 27.973 megawatt.

Menurut Adi peningkatan beban listrik ini pertanda baik yang menunjukkan aktivitas industri dan perekonomian telah mulai pulih kembali. "Diharapkan, kondisi ini terus membaik dan akan mencapai pertumbuhan ekonomi nasional yang positif."

"Di tengah pandemi, PLN berupaya keras untuk turut andil dalam memulihkan perekonomian, melalui pemanfaatan listrik yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan efisiensi biaya," kata Adi dalam keterangan pers, dikutip VOI, Rabu, 17 November.

Apa kabar rencana pengembangan PLTGU Celukan Bawang 2?

Sinyal baik pemulihan ekonomi dan kaitannya dengan beban listrik telah dijelaskan sejatinya oleh PLN Dispatch Coordinator PT General Energi Bali (GEB), Helmy Rosadi. Beberapa waktu lalu Helmy menjelaskan hubungan antara pemulihan ekonomi dan kebutuhan listrik di Bali.

"Dengan semakin kondusif serta terkendalinya situasi pandemi COVID-19 dengan penerapan PPKM yang sangat ketat serta berjalan cukup efisien di Indonesia, khususnya di Pulau Dewata, perlahan perekonomian dan pariwisata mulai bangkit."

"Pemerintah provinsi mulai mengizinkan beberapa destinasi wisata untuk dibuka kembali dengan protokol kesehatan yg sangat ketat. Akibatnya beban listrik di Pulau Dewata mulai perlahan naik dan akan terus naik dengan semakin terkendalinya pandemi ini," tutur Helmy kepada VOI.

Saat itu, pertengahan Oktober, Helmy mengatakan peningkatan demand beban tersebut akan diiringi meningkatnya kebutuhan sumber energi listrik di subsistem Bali. Diketahui saat ini pasokan listrik pada subsistem Bali masih mengandalkan pembangkit non BBM, seperti batubara, LNG (liquid natural gas), dan SKLT (saluran kabel bawah laut tegangan tinggi).

“Dari realisasi BP malam subsistem Bali per tanggal 16 November pukul 19.00, itu terhitung sebesar 683.1 MW. Komposisi bauran energi (fuel mix) subsistem Bali terdiri dari PLTU Celukan Bawang, yang menyumbang 384,4 MW atau sekitar 56.27 persen kontribusi; pembangkit LNG/GAS di PT Indonesia Power (IP) Pesanggaran 150,3 MW serta suplai daya via kabel laut 148,4 MW. Sudah jelas terlihat bahwa lebih dari 50 persen kebutuhan listrik di Bali disuplai oleh kami, PT GEB. Sehingga peran kami memang tidak bisa dipandang sebelah mata dan kami selalu diminta selalu perform oleh PLN dalam menyuplai kelistrikan di Bali."

Menurut Helmy, di depan, rencana pengembangan PLTGU Celukan Bawang 2 jadi penting untuk kembali dibahas. Selain akan menopang kebutuhan listrik Bali, PLTGU Celukan Bawang 2 akan jadi pendukung kebijakan energi yang pro-lingkungan karena menggunakan bahan bakar gas.

"Rencana kontribusi ke depan sebenarnya kembali kepada kebijakan pemerintah pusat (kementrian ESDM ) terkait pengembangan PLTGU Celukan Bawang 2. Kami sudah menyiapkan rencana pembangunan PLTGU Celukan Bawang 2."

"Seandainya memang dibutuhkan dan diizinkan oleh pemerintah pusat. Celukan Bawang 2 ini rencana akan menggunakan bahan bakar gas sesuai dengan amanat pemerintah Provinsi Bali, dengan tetap mengutamakan pembangkit yang ramah lingkungan serta untuk mencapai target Bali Mandiri tanpa ada ketergantungan dari pulau jawa. " papar Helmy.