Pandemi Melandai, Ini Peran PLTU Celukan Bawang Bantu Bali Bangkit
PLTU Celukan Bawang ikut mendukung Bali untuk bangkit setelah dua tahun pandemi COVID-19. (Sumber: Istimewa)

Bagikan:

BULELENG – Setelah dua tahun dilanda pandemi COVID-19, keadaan saat ini makin kondisif. Pembatasan jarak dan ketatnya aturan untuk bepergian sudah mulai dilonggarkan secara bertahap. Frekwensi penerbangan domsetik dari dan ke Denpasar Bali, makin ramai. Begitu juga penerbangan internasional ke Denpasar juga makin bertambah. Sektor pariwisata Bali mulai bangkit, apa yang dilakukan pihak PLTU Celukan Bawang untuk mendukung keadaan ini?

Helmy Rosadi, PLN Dispatch Coordinator PT General Energy Bali (GEB) atau yang lebih dikelal dengan PLTU Celukan Bawang, menyambut baik kondisi yang terjadi saat ini di Bali dan juga seluruh wilayah Indonesia. Pandemi yang sudah membelenggu seluruh aktivitas publik, kini perlahan-lahan mulai terkendali dan masyarakat bisa beraktivitas kembali seperti semula meski tetap waspada dan tak melupakan protokol kesehatan. 

Sektor pariwisata yang menjadi sektor andalan di Pulau Dewata juga mulai bergerak. Pihak PLTU Celukan Bawang kata Helmy selalu siap menyalurkan listrik ke seantero pulau Bali demi mendukung kegiatan masyarakat, terutama sektor pariwisata. “PLTU Celukan Bawang selalu siap dengan kondisi pandemi, operasional PLTU tetap berjalan sesuai dengan target rencana pembebanan yang diberikan oleh PLN. Segala upaya dilakukan untuk menjaga kualitas dan keandalan PLTU dalam menyalurkan kelistrikan ke subsistem Bali. Apalagi keadaan sekarang sudah semakin membaik. Kita menyambut kondisi ini dengan senang hati,” katanya.

Keadaan yang sudah makin membaik, wisatawan domestik dan mancanegara sudah mulai meramaikan Bali, lanjut Helmi tentu membutuhkan pasokan listrik yang semakin meningkat. Kondisi ini sudah diantisipasi oleh pihak PLTU Celukan Bawang.

PLTU Celukan Bawang ikut membantu pemulihan Bali setelah pandemi. (Foto ist)
PLTU Celukan Bawang ikut membantu pemulihan Bali setelah pandemi. (Foto ist)

“Dengan kondisi pandemi yang semakin kondusif  di Bali, pariwisata mulai dibuka  secara otomatis menaikkan kebutuhan listrik di Bali. Perlahan beban semakin naik jauh saat puncak pandemi 2019. Sebagai informasi beban Subsistem Bali saat ini hari Kamis, 17 Maret 2022 sebesar 750 MW,” ungkapnya.

Kebutuhan

Sebenarnya berapa kebutuhan listrik untuk Pulau Bali di masa normal sebelum pandemi melanda dan di masa pandemi? Menurut Helmy kebutuhan dalam dua kondisi itu jelas berbeda karena aktivitas publik yang tidak sama.

“Beban puncak (BP) tertinggi di Subsistem Bali saat kondisi normal adalah 980 MW yang tercatat pada tanggal 29 Januari 2020 pukul 19:30 WITA. Dan selama awal pandemi kebutuhan listrik di Bali menurun menjadi 680 MW. Saat ini beban puncak sudah mencapai angka 750 MW. Ada deviasi yang cukup significant antara BP tertinggi, BP saat pandemi dan BP saat kembali new normal bisa digambarkan semacam kurva ‘bathtub’,” terangnya.

Wisatawan domestik dan mancanegara mulai ramai di Bali.(foto Antara)
Wisatawan domestik dan mancanegara mulai ramai di Bali.(foto Antara)

Semakin kondusifnya situasi membuat kebutuhan listrik semakin meningkat meski PB saat ini belum melampaui BP tertinggi saat sutuasi normal sebelum pandemi melanda. “Secara otomatis kondisi yang semakin kondusif akan meningkatkan kebutuhan listrik di Bali, aktivitas dan mobilisasi masyarakat akan sangat berdampak terhadap kebutuhan listrik di Bali,” lanjut Helmy Rosadi.

Sebagai pemasok listrik utama di Pulau Dewata melalui PLN,  PLTU Celukan Bawang tetap komit membantu pemulihan ekonomi di Bali setelah dua tahun dilanda pandemi COVID-19. “PLTU Celukan Bawang tetap komitmen untuk dapat menyalurkan listrik secara aman, andal serta berkesinambungan. Ini sesuai dengan target yang di deklarasikan karena kami menyadari bahwa kebutuhan listrik di Bali masih sangat tergantung dari PLTU Celukan Bawang,” ujarnya.

Prokes

Meski keadaan makin kondusif namun pemerintah belum mencabut status pandemi  menjadi endemi.  Mensikapi keadaan ini pihak PLTU Celukan Bawang tetap menerapan protokol kesehatan di lingkungan kerja mereka. Keadaan yang makin membaik tak membuat mereka lengah untuk menjalankan prokes.

“Dengan status pandemi saat ini yang semakin kondusif dan ditambah Permendagri mengenai status PPDN yang tidak membutuhkan persyaratan perjalanan dari PCR dan RTA Test, maka akan semakin berpotensi menaikkan kebutuhan listrik di Bali. Namun Penerapan prokes tetap masih dilaksanakan secara ketat di PLTU Celukan Bawang, karena untuk menjaga dan memastikan seluruh karyawan tetap fit dan tidak terpapar COVID-19. Kata orang, mencegah itu lebih baik daripada mengobati,” jelas Helmy.

Lalu bagaimana dengan rencana pembangunan PLTU Celukan Bawang 2 yang sempat diumumkan beberapa waktu lalu, apakah akan direalisasikan dalam waktu dekat?

“Sampai saat ini belum ada informasi soal PLTU CB 2 sesuai dengan  RUPTL 2021-2030 yang telah diterbitkan Kementerian ESDM, dimana tidak menyebutkan PLTU CB 2 dalam rencana penambahan sumber energi di Bali. Karena sampai saat ini pemerintah masih tetap fokus untuk membuka porsi yang lebih besar sektor EBT sebagai sumber energi yang ramah lingkungan di Indonesia khusunya di Bali,” katanya.

Soal penggunaan sumber bahan baku lain selain batu bara, kata Helmy juga belum ada wacana ke arah itu. Karena bahan baku yang mereka gunakan adalah batu bara dengan kualitas tinggi.

“Bahan baku PLTU Celukan Bawang masih menggunakan batu bara sebagai bahan baku utama. Belum ada diskusi atau rencana co-firing di PLTU Celukan Bawang sebagai alternatif bahan baku seperti biomassa yang bisa di mix dengan batubara. Karena sesuai dengan PPA telah disebutkan bahwa bahan baku utama PLTU menggunakan batu bara.  Teknologi yang digunakan di PLTU Celukan Bawang, termasuk yang menggunakan ‘High Grade’ quality dengan spesifikasi yang khusus jadi jika akan ‘disusupi’ oleh bahan baku seperti biomassa pasti akan sangat berpengaruh ke kehandalan mesin-mesin dalam beroperasi. Namun tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan kajian / assessment-nya, tergantung dari kesepakatan antara seller dan buyer dalam kontrak PPA kita,” kata Helmy Rosadi.