JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) punya cara baru mengumumkan tersangka yang baru ditangkapnya lewat operasi tangkap tangan (OTT). Biasanya, status tersangka dulu keluar, baru ditangkap.
Namun, gaya mereka beda saat ini. KPK mengumumkan para tersangka yang terjaring OTT setelah penangkapan. Alasannya, biar tak bikin gaduh.
Pola ini diterapkan saat KPK mengungkapkan dua tersangka baru dari pengembangan perkara dugaan suap terkait proyek-proyek Dinas PUPR di Kabupaten Muara Enim. Dua orang tersangka ini adalah Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB dan Plt Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Ramlan Suryadi.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, penetapan status tersangka dua orang itu adalah pengembangan penyidikan dari tiga tersangka dalam kasus yang sama, yaitu Bupati Muara Enim nonaktif Ahmad Yani, Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Mochtar, dan pihak swasta Robi Okta Fahlevi.
"Setelah menemukan bukti permulaan yang cukup dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji," kata Alex dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube milik KPK, Senin, 27 April.
Proses penyidikan terhadap dua tersangka ini, kata Alex, sudah dilaksanakan sejak 3 Maret 2019. Selain itu, KPK juga telah menggeledah rumah para tersangka dalam kasus ini dan memeriksa 10 saksi.
Namun, ketika penyidik memanggil Aries dan Ramlan, keduanya tak hadir. Tercatat, mereka dipanggil pada 17 April dan 23 April namun keduanya mangkir. Selanjutnya pada Minggu, 26 April, lembaga antirasuah ini menangkap kedua tersangka itu didampingi Polda Sumatera Selatan.
Dalam kasus ini, Aries diduga menerima uang sebesar Rp3,031 miliar dari Robi selama kurun waktu Mei-Agustus 2019 sedangkan Ramlan diduga menerima Rp 1,115 miliar dan satu unit telepon genggam merek Samsung Galaxy Note 10 dari Robi sebagai commitment fee.
Akibat perbuatannya itu, Aries dan Ramlan disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Penangkapan ini adalah giat penindakan keempat kalinya di era kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri. Berbeda dengan periode sebelumnya, KPK kini menangkap terlebih dahulu tersangka mereka dan melaksanakan konferensi pers setelahnya.
Atas perubahan pola tersebut, Firli mengatakan, penangkapan tanpa didahului pengumuman status tersangka adalah ciri baru dari KPK yang baru dan bentuk kerja senyap.
"Adapun penangkapan yang dilakukan tanpa pengumuman status tersangka adalah ciri khas dari kerja-kerja senyap KPK saat ini, tidak koar-koar di media dengan tetap menjaga stabilitas bangsa di tengah COVID-19," kata Firli lewat keterangan tertulisnya.
Penangkapan tanpa didahului publikasi ini, diapresiasi oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Menurutnya, langkah perubahan yang dilakukan Firli tersebut sudah tepat dan tak menimbulkan kegaduhan di tengah publik.
"KPK biasanya mengumumkan terlebih dahulu jika akan menangkap tersangka dalam sebuah kasus. Kali ini berbeda, ditangkap dulu baru kemudian diumumkan kepada publik. Langkah tersebut sangat tepat sehingga tidak menimbulkan kegaduhan dan tersangka tak sempat melenyapkan barang bukti, apalagi melarikan diri," ungkap politikus Partai Golkar tersebut.
BACA JUGA:
Selain Bambang, anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan juga mengapresiasi kerja tersebut. Selain tak menimbulkan kegaduhan, dia menilai, penetapan ini membuktikan KPK tetap bekerja dalam pemberantasan korupsi.
"Percayakan saja pada KPK untuk bekerja, saat ini giat-giat pemberantasan korupsi dilakukan sangat efektif, begitu cermat, tidak gaduh dan berkepastian," ujar politikus PDI Perjuangan tersebut.
"Saya pastikan justru kerja-kerja KPK saat ini merupakan role model layaknya suatu lembaga pemberantasan korupsi itu bekerja. Kan terbukti, giat-giat pemberantasan korupsi tidak berkurang sedikit pun walaupun pada masa pandemi Covid-19 tak sekalipun," imbuh dia.
Meski politikus mengapresiasi kinerja KPK termasuk perubahan sistem di lembaga ini, namun, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai tak perlu apresiasi berlebih untuk Firli Bahuri, cs. Apalagi, kasus suap di Muara Enim itu bukanlah kasus baru melainkan kasus warisan dari periode Agus Rahardjo, cs.
"Kasus ini sejatinya merupakan pengembangan dari kepemimpinan KPK era sebelumnya," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Dia memaparkan, sejak dilantik pada bulan Desember 2019 lalu, belum ada penindakan dari penyelidikan baru yang dilakukan oleh lembaga antirasuah tersebut.
Sebut saja seperti OTT Komisioner KPU, Bupati Siduarjo, anggota DPRD Sumatera Utara, dan Muara Enim semuanya adalah pengembangan dari pimpinan KPK periode yang lalu.
Beberapa pihak, kata Kurnia, boleh saja beranggapan KPK selama ini gaduh ketika akan menangkap koruptor. Namun, menurut dia, anggapan yang kerap dilemparkan oleh politikus itu adalah hal yang keliru. Sebab, kegaduhan dalam tiap penindakan biasanya bersumber dari para tersangka yang berusaha mencari celah dalam perkara korupsi.
Dia menyebut, penetapan tersangka dalam konferensi pers sebelum penangkapan bukanlah bentuk dari kegaduhan melainkan bentuk dari transparansi terhadap publik.
"Pemberian informasi ke publik dalam setiap langkah KPK merupakan prinsip dasar nilai-nilai yang ada di KPK, yakni keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum," ujarnya.
Kurnia menambahkan, meski KPK terus berupaya tak melakukan kegaduhan dalam penindakan namun kinerja mereka justru disoroti publik. Apalagi, hingga saat ini, tak ada perkembangan dalam kasus-kasus besar yang ditangani oleh lembaga antirasuah tersebut seperti skandal korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), pengadaan KTP Elektronik, dan bailout Bank Century.
Selain itu, KPK juga mengalami kemunduran karena belum bisa menangkap caleg PDIP Harun Masiku yang buron karena menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan tidak juga menangkap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi walau waktu pencarian keduanya sudah lama.
Sehingga, meski Ketua KPK Firli Bahuri mengklaim lembaganya punya sistem baru yang tak bikin gaduh dan dipuji politikus, menurut Kurnia, tak ada yang membanggakan dari penetapan dua tersangka baru itu.
"Penangkapan yang dilakukan oleh KPK terhadap dua orang tersangka di Kabupaten Muara Enim bukan hal yang begitu membanggakan untuk kepemimpinan Firli Bahuri," tutupnya.