JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menyoroti gaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat mengumumkan tersangka dengan mendatangkan mereka di dalam konferensi pers.
Menurut dia, dihadirkannya tersangka saat pengumuman status hukumnya bisa dianggap melanggar asas praduga tak bersalah.
"Buat saya ada catatannya karena menimbulkan pertanyaan. Bukankah itu, dalam tanda kutip melanggar asas presumption of innocence (praduga tak bersalah)," kata Arsul dalam rapat dengar pendapat bersama KPK yang ditayangkan di akun YouTube DPR RI, Rabu, 29 April.
BACA JUGA:
Wakil Ketua MPR RI ini mengatakan sistem peradilan di Indonesia, selama ini berlandaskan dengan asas praduga tak bersalah. Sehingga Arsul meminta agar pimpinan KPK bisa berpikir ulang untuk menampilkan para tersangka dalam konferensi pers.
Arsul mengatakan, dirinya pernah mengkritisi Polri yang menampilkan tersangka ketika konferensi pers. Kritik ini dia sampaikan dalam rapat kerja dengan Polri dan membahas kasus istri hakim yang disebut membunuh suaminya.
Menurutnya, saat itu polisi begitu yakin jika sang istri adalah pembunuh suaminya sehingga melanggar asas praduga tak bersalah yang harusnya diikuti tiap penegak hukum.
"Itu agak melanggar asas praduga tak bersalah. Apalagi ketika itu, humasnya sudah yakin betul dia pembunuhnya. Ini harus diperbaiki," tegas Arsul.
"Ketegasan dalam melakukan penindakan kasus korupsi tidak harus melanggar asas atau prinsip hukum universal yang sudah kita akui bersama," imbuhnya.
Menanggapi kritik dari Arsul tersebut, Ketua KPK Firli Bahuri menyebut apa yang dilakukan lembaganya dengan menampilkan tersangka dalam konferensi pers sebenarnya bukan hal yang aneh. Hanya saja, karena baru pertama kali dilaksanakan jadi terkesan tak biasa.
Menurutnya, dimunculkan para tersangka sebenarnya sebagai langkah memberikan kesetaraan dan kesamaan hak di muka hukum atau equality before the law. "Jadi sejak awal sudah diperkenalkan, sudah dihadirkan persamaan di muka hukum," tegas Firli.
Firli juga membantah jika pihaknya melanggar asas praduga tak bersalah. Sebab, saat ditampilkan, dua tersangka dalam pengembangan kasus korupsi pengadaan di Kabupaten Muara Enim ini menghadap membelakangi audiens dan kamera sehingga wajahnya tak terlihat.
"Yang pasti kita tidak mempertontonkan orang, Pak. Karena pada prinsipnya, pada press rilis kemarin mereka menbelakangi. Tidak ditampilkan," kata dia.
Selain itu, juga mengatakan dengan ditampilkannya para tersangka bisa membuat efek jera bagi masyarakat agar tidak terjerat kasus korupsi. "Pelajaran bahwa tersangkanya membuat efek jera," ungkap mantan Kapolda Sumatera Selatan ini.
Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan dua tersangka baru dari pengembangan perkara dugaan suap terkait proyek Dinas PUPR di Kabupaten Muara Enim. Dua orang tersangka baru ini adalah Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB dan Plt Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Ramlan Suryadi.
Hanya saja, ada yang berbeda saat penetapan tersangka pada Senin, 27 April yang lalu. Jika biasanya wajah tersangka akan diketahui setelah menjalankan pemeriksaan, kini, KPK justru memajang mereka dalam konferensi pers penetapan status tersangka.
Hal ini kemudian ditanggapi oleh Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Laode M Syarif. Menurutnya, selama dia menjabat tak pernah sekalipun KPK menampilkan tersangka ketika status hukum mereka dipublikasikan.
"Selama empat periode tidak pernah terjadi. Yang saya tahu, hal seperti itu sering dilakukan Polri," kata Syarif ketika dimintai tanggapannya, Selasa, 28 April.
Anomali yang ditunjukkan lembaga antirasuah itu juga ditanggapi oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana. Kata dia, bukan sebuah kebiasaan dari KPK untuk mempertontonkan tersangka ketika mengumumkan status hukum mereka.
"Konferensi pers dengan mempertontonkan tersangka kepada masyarakat luas bukan merupakan kebiasaan yang ada di KPK," tegas Kurnia dalam keterangan tertulisnya.