Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka baru dari pengembangan perkara dugaan suap terkait proyek Dinas PUPR di Kabupaten Muara Enim. Dua orang tersangka baru ini adalah Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB dan Plt Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Ramlan Suryadi.

Ada yang berbeda saat penetapan tersangka pada Senin, 27 April yang lalu. Biasanya, tersangka KPK diketahui usai pemeriksaan dan menggunakan rompi oranye. Kini, KPK memajang mereka dengan rompi oranye saat konferensi pers penetapan status tersangka.

Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, penyertaan Aries dan Ramlan dalam konferensi pers penetapan tersangka diharapkan bisa memberi efek jera bagi masyarakat, serta bukti transparansi.

"Dengan menghadirkan para tersangka saat konferensi pers diharapkan menimbulkan rasa keadilan karena masyarakat melihat, 'oh, tersangkanya ada'," kata Firli kepada wartawan lewat keterangan tertulisnya, Selasa, 28 April.

Penyertaan tersangka juga bertujuan untuk menimbulkan rasa keadilan karena tidak ada pengistimewaan bagi para koruptor. Sehingga prinsip semua sama di mata hukum, menurut Firli, sudah dipenuhi.

Konferensi pers penetapan tersangka korupsi di Kabupaten Muara Enim (Tangkap layar konferensi pers di YouTube KPK)

Mantan Wakil Ketua KPK periode 2015-2019 Laode M Syarif mengatakan, selama dia menjabat sebagai pimpinan, KPK tak pernah menampilkan tersangka ketika status hukum mereka dipublikasikan.

"Selama empat periode tidak pernah terjadi. Yang saya tahu, hal seperti itu sering dilakukan Polri," kata Syarif ketika dimintai tanggapannya.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, bukan sebuah kebiasaan dari KPK untuk mempertontonkan tersangka ketika mengumumkan status hukum mereka.

"Konferensi pers dengan mempertontonkan tersangka kepada masyarakat luas bukan merupakan kebiasaan yang ada di KPK," tegas Kurnia dalam keterangan tertulisnya.

Apa yang dilakukan Firli, menurutnya lazim dilihat masyarakat dilakukan oleh penegak hukum lain seperti kepolisian. Sehingga, Kurnia maklum jika Firli mengikuti gaya di institusi lamanya.

Apalagi, hingga saat ini, mantan Kapolda Sumatera Selatan itu tidak pernah menyatakan mundur dari Korps Bhayangkara meski telah dilantik sebagai Ketua KPK. "Jadi, wajar saja kebiasaan-kebiasaan lama yang bersangkutan masih dibawa-bawa ke KPK," kata Kurnia.

"Ini sekaligus menggambarkan bahwa Firli Bahuri belum memahami sepenuhnya kebiasaan-kebiasaan yang ada di KPK itu sendiri," imbuhnya.

Selain itu, Kurnia juga menilai pimpinan KPK pada periode ini ingin membuat perbedaan dengan pimpinan di periode sebelumnya. Tapi, kata dia, Firli Bahuri, cs tak perlu melakukan ini. Sebab, perbedaan itu sudah sangat terlihat oleh masyarakat.

Perbedaan ini, menurutnya terlihat dari jumlah penindakan yang dilaksanakan oleh pimpinan periode sebelumnya dan kasus korupsi yang berhasil dibongkar kebanyakan mempunyai nilai kerugian negara yang sangat besar.

"Sedangkan rezim kepemimpinan Firli sangat minim melakukan penindakan, kerap menimbulkan kontroversial dan terkesan takut menghadapi para koruptor seperti Harun Masiku dan Nurhadi," jelasnya.

Diketahui, sejak buron pada bulan Januari yang lalu, KPK hingga saat ini masih belum bisa menemukan tersangka penyuap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Bukan hanya Harun, lembaga antirasuah ini juga tak mampu mencari buronan mereka lainnya yaitu eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.

Selain tak berhasil menemukan buronan mereka, KPK era Firli Bahuri dianggap belum menunjukkan tajinya. Hal ini terbukti dengan tak tersentuhnya kasus besar dari periode sebelumnya, seperti kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Bailout Bank Century, dan KTP-Elektronik.

KPK, kata Kurnia, harusnya tak perlu berlebih setelah menangkap dua tersangka baru tersebut. Apalagi, kasus dugaan suap terkait proyek Dinas PUPR di Kabupaten Muara Enim ini merupakan pengembangan kasus dari Pimpinan KPK sebelumnya.

Menurutnya, publik baru bisa mengapresiasi kerja lembaga antirasuah setelah Firli Bahuri cs, mampu menangkap Harun Masiku, Nurhadi, serta pasangan suami istri Sjamsul Nursalim-Itjih Nursalim yang juga buron dan berada di Singapura. Pasangan ini merupakan tersangka dalam korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Selanjutnya, kebanggaan publik juga muncul jika KPK nampu melanjutkan kasus bailout Bank Century, dan menuntaskan kasus pengadaan KTP-Elektronik. "Namun, melihat pola kerja Pimpinan KPK saat ini rasanya keinginan publik itu tidak akan pernah terealisasi," tutupnya.