JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman meminta pimpinan KPK dan Dewas KPK ke depan menggelar konferensi pers resmi untuk menyampaikan informasi terkait penegakan hukum yang dilakukan, bukan wawancara cegat atau doorstop.
Hal itu disampaikan Habiburokhman saat uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap Calon Dewas KPK.
"Yang kedua Pak Benny (Mamoto), posisi Bapak di rumpun eksekutif nanti memang berbeda dengan kami di legislatif. Kami ini parlemen, parle berbicara. Kerja kami ini dari bicara kami. Kalau Bapak dan pimpinan KPK bukan dibicaranya, tapi ditindakan nyatanya," ujar Habiburokhman di ruang rapat Komisi III DPR, Rabu, 20 November.
Menurut Habiburokhman, pernyataan resmi pimpinan dan Dewas KPK yang disampaikan lewat konferensi pers untuk menghilangkan tafsir yang bermacam-macam. Apalagi, beberapa Capim dan Cadewas mengungkap soal faktor ego sektoral menjadi biang kekisruhan di internal KPK.
"Saya pikir kita capek. Periode kemarin itu antara pimpinan dan dewas seolah berbalas pantun di media. Ada seperti saling sindir, saling perang statement gitu kan ya. Kenapa enggak masing-masing jalankan saja, implementasikan sikapnya melalui kebijakan-kebijakan di institusi masing-masing. Ya kan kalau mau panggil ya tinggal panggil. Kadang-kadang seolah-olah seperti ada doorstop dan lain sebagainya ya kan. Lalu bicara ditafsirkan orang bermacam-macam. Kalau perlu menurut saya ya, level pimpinan dan dewasa itu konferensi persnya harus hanya konferensi pers resmi," paparnya.
BACA JUGA:
"Jangan ada doorstop Pak. Diingatkan juga, karena ini terkait penegakan hukum. Hakim saja ya, itu hanya diperbolehkan bicara melalui putusannya," sambung Habiburokhman.
Menurut Habiburokhman, zaman dulu tidak ada doorstop dari pimpinan institusi penegakan hukum sehingga komunikasi tetap berada dalam satu konteks.
"Sekarang hadir di seminar, tiba-tiba di doorstop bicara soal perkara. Ya kan? Apakah capim, apakah dewas ya? Apakah pimpinan, apakah dewas? Yang mempunyai efek ya kadang-kadang damage yang luar biasa," kata Habiburokhman.
"Kemarin ada di sini misalnya, siapa kemarin yang ada di BPK ya? Agus Joko ya, memberi contoh. Hanya gara-gara konpers disebutkan, beliau akan dipanggil sebagai saksi a de charge. Padahal saksi a de charge, ya itu sudah membuat damage yang luar biasa. Pemberitaan di mana-mana," lanjutnya.
"Jadi poinnya di posisi seperti Bapak dan pimpinan KPK berbicara itu dengan kebijakan nyata, dengan tindakan nyata dalam konteks menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Tidak sekedar, bukannya di media. Jadi kalau mau memberikan keterangan pers memang ditunjuk saja. Misalnya seorang jubir yang resmi dan hanya berbicara apa yang ditugaskan oleh institusinya. Bukan menyampaikan apa pendapatnya. Suruh menyampaikan tentang kasus saja yang disampaikan," pungkas legislator Gerindra dapil Jakarta itu.