JAKARTA - Pemerintah sedang mencanangkan Peraturan Pemerintah (PP) soal kebijakan karantina wilayah menghadapi pandemi virus corona atau COVID-19 sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Fajri Nursyamsi mengatakan, kebijakan karantina wilayah ini perlu dikeluarkan karena imbauan pemerintah tentang physical distancing atau menjaga jarak fisik, tidak berjalan dengan baik. Physical distancing tak berlajan dengan baik terbukti dari banyaknya mobilitas masyarakat yang malah justru pulang ke daerah mereka, setelah adanya anjuran bekerja dan belajar dari rumah.
PSHK mendesak Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk menetapkan status darurat kesehatan COVID-19 dan dilanjutkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) terkait penanganan darurat tersebut secara nasional. Setelah itu, PSHK mendesak pemerintah segera melaksanakan karantina wilayah untuk masing-masing daerah atau secara nasional.
"(Kami mendesak) Keputusan Presiden yang menetapkan karantina wilayah untuk daerah tertentu ataupun secara nasional untuk pembatasan mobilitas penduduk dalam suatu wilayah," katanya.
BACA JUGA:
Kunci dalam menjalankan aturan karantina wilayah, menurut pandangan pengamat transportasi, Budiyanto, adalah kemudahan mobilitas, termasuk kebutuhan pokok masyarakat, baik logistik dan penunjang kesehatan.
"Bagaimana pemerintah mengantisipasi mobilitas barang kebutuhan pokok supaya lancar dan tepat waktu sampai tujuan. Kemudian, mempersiapkan alternatif jalan atau akses menuju ke fasilitas kesehatan yang melakukan penanganan virus corona," ucap Budiyanto saat dihubungi, Minggu, 29 Maret.
Budiyanto mengatakan, perlu ada koordinasi dan standard operating procedure (SOP) yang baik antara perhubungan, kesehatan, dan logistik. Koordinasi ini perlu diterapkan hingga petugas di tingkat bawah agar pelaksanaannya berjalan dengan baik.
"Sehingga, masyarakat tidak bingung apabila pada suatu saat memerlukan kebutuhan pokok terutama masalah sembako dan akses rumah sakit rujukan apabila ada yang sakit atau memerlukan kebutuhan medis yang mendesak," kata dia.
"Kalau perlu, diberikan layanan pengawalan dan penempatan pos-pos pemantauan untuk memberikan kepastian mobilisasi serta rasa aman," ungkapnya.
Budiyanto mengatakan, sebelum kebijakan ini berjalan mesti dilakukan perencanaan yang matang, sosialisasi dan uji coba terlebih dulu. Setelah pelaksanaan dalam beberapa waktu, pemerintah mesti melakukan evaluasi untuk memperbaiki kebijakan yang kurang tepat. "Dengan perencanaan yang matang akan memberikan dampak psikologis yang positif kepada masyarakat," kata Budiyanto.
BACA JUGA:
Sementara, menurut Analis kebijakan publik Trubus Rahadiansyah, karantina wilayah yang dimaksud pemerintah ini bukanlah lockdown. Sebab, menurutnya, penerapan kebijakan lockdown berisiko tinggi, apalagi sudah ada contoh dari India dan Meksiko yang melakukan lockdown dengan cara menutup total wilayah tertentu.
Trubus menyebut, isu lockdown muncul karena salah persepsi masyarakat tentang kebijakan yang akan dilakukan pemerintah. Sehingga, terjadi kepanikan, padahal semua hal yang dibayangkan belum terjadi.
"Mungkin karena ada salah persepsi yang terjadi. Sehingga muncul opini dan isu seperti mengenai lockdown," tegas Trubus.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa mengartikan lockdown sama saja dengan karantina wilayah. Namun, secara garis besar, lockdown adalah pembatasan perpindahan orang dan kerumunan di tiap wilayah yang ditetapkan.
Kepanikan adanya lockdown muncul karena beredar informasi penutupan sejumlah jalan di perbatasan DKI Jakarta. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus menyebut penutupan jalan ini bukan persiapan lockdown. Katanya, Polri sedang menjalankan simulasi untuk persiapan apapun kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam penaganan COVID-19.
"Baru rencana. Kita kan baru minta data ke polres-polres, nanti dikumpulkan. Untuk simulasi pun kita tidak dilakukan di lokasi, bisa dengan mapping saja," ungkap Yusri.
BACA JUGA:
Pemerintah menjanjikan segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) pada pekan ini terkait karantina wilayah demi mencegah penyebaran COVID-19 di Indonesia. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, mengatakan rancangan ini dibahas setelah ada beberapa daerah yang berencana mengambil langkah melakukan karantina di wilayah mereka.
"Kita sekarang pemerintah sedang menyiapkan rancangan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan apa yang disebut dengan karantina kewilayahan," kata Mahfud dalam video conference bersama wartawan, Jumat, 27 Maret.
"Apa syaratnya, kemudian apa yang dilarang dilakukan dan bagaimana prosedurnya itu sedang dipersiapkan. Insyaallah dalam waktu dekat akan keluar peraturan itu, agar ada keseragaman policy soal itu," ungkap Mahfud.
Lanjutnya, status karantina wilayah akan diusulkan oleh Kepala Gugus Tugas Penanganan COVID-19 di wilayah provinsi kepada Kepala Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Nasional. Kemudian, Gugus Tugas Penanganan COVID-19 Nasional akan melakukan koordinasi dengan menteri terkait seperti Menteri Perhubungan, Menteri Perdagangan dan lainnya yang berkaitan.
Untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, nantinya mobil sembako dan bahan pokok tetap diperbolehkan masuk ke wilayah tersebut. Toko bahan pangan dan sembako juga nantinya tetap akan dibuka meski akan disesuaikan dengan kondisi yang ada.