Biaya Karantina Mahal, PKS Minta Pemerintah Segera Tindak Mafia Hotel
DOKUMENTASI ANTARA/BANDARA NGURAH RAI BALI

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Fraksi PKS, Anshory Siregar, meminta Pemerintah segera melakukan penindakan terhadap mafia hotel yang melakukan permainan harga.

Pasalnya, dia mencurigai adanya mafia hotel yang bermain dari kebijakan kewajiban karantina 10 hari untuk kedatangan WNA/WNI dari luar negeri. Informasi ini kata Anshory, diterima karena ada warga yang melaporkan harga hotel naik berkali-kali lipat dari biaya menginap biasa.

"Aktivifas hotel- hotel ini jelas merugikan rakyat. Harga yang mereka terapkan untuk karantina ini sangat mahal dan tidak masuk akal, bisa mencapai 3 kali lipat. Kami mencurigai ini ada permainan. Caranya (Pemerintah, red) dengan menyisir hotel-hotel dan mengecek biaya-biaya yang mereka keluarkan," ujar Anshory Siregar di Jakarta, Selasa, 14 Desember.

Sebagai contoh, lanjut Anshory, harga paket karantina 10 malam di hotel sekitar Mangga Dua mencapai Rp11 juta per orang. Karena itu, total biaya karantina sepasang orang tua dengan 1 anak di satu kamar hotel mencapai Rp24 juta.

Jika mereka pulang dari Singapura dengan biaya tiket (PP) sebesar Rp10 juta, kata Anshory, biaya yang mereka keluarkan bisa mencapai Rp34 juta.

"Ini belum termasuk PCR ya. Biayanya kalau sama PCR bisa Rp36-37 juta per keluarga. Jika ini terus dibiarkan, wisatawan akan sulit berkunjung ke negara ini dan pada akhirnya merugikan pemerintah sendiri" tegas pimpinan komisi kesehatan ini.

Anshory pun mengusulkan agar Pemerintah segera menetapkan harga maksimal karantina di hotel.

"Pemerintah bisa terapkan harga tertinggi karantina di hotel untuk mencegah permainan-permainan pemilik hotel untuk mengeruk keuntungan besar dari kebijakan karantina ini," tutup Anshory.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily, meminta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menjelaskan secara transparan soal aturan karantina bagi warga yang baru melakukan perjalanan dari luar negeri. Terlebih, karantina wajib dilakukan di tempat-tempat yang disediakan BNPB.

Hal ini menyusul banyaknya masalah dugaan pelanggaran karantina yang belakangan ini muncul. Apalagi, kebijakan waktu karantina juga kerap berubah mulai dari kewajiban karantina 7 hari, 5 hari, 3 hari, dan kini menjadi 10 hari. Ace khawatir aturan ini membuat pertanyaan di masyarakat.

"Kita tidak ingin bahwa Indonesia menjadi tempat persebaran COVID-19 dengan berbagai macam varian termasuk varian Omicron. Satu hari (karantina, red) saja pasti akan berpengaruh terhadap nasib rakyat," ujar Ace dalam kerja Komisi VIII bersama BNPB, Senin, 13 Desember.

Selain aturan waktu, menurut politikus Golkar itu, BNPB juga perlu terbuka soal tempat karantina di hotel. Sebab kata Ace, biaya yang dikeluarkan untuk karantina selama 10 hari tidak bisa dibilang sedikit.

Ace pun khawatir, ada persepsi masyarakat bahwa karantina ini dibisniskan untuk mendapatkan keuntungan, seperti halnya dugaan bisnis PCR.

"Jangan sampai ada tuduhan masyarakat bahwa ini bisnisnya BNPB bekerja sama dengan pemilik hotel. Ini yang harus ditepis," tegas Ace.

Bahkan, Ace mengungkapkan, kocek yang harus dikeluarkan perorangan untuk karantina 10 hari mencapai Rp24 juta.

"Banyak yang WA ke saya, ini misalnya 10 hari Rp24 juta, kan lumayan pak Rp24 juta, Rp24 juta pak 10 hari paket karantina di hotel," ungkap legislator Jawa Barat itu.

Tak hanya besaran biaya karantina di hotel, tambah Ace, terkadang kondisi hotel yang kerap penuh juga menjadi masalah. Karenanya, dia berharap, kewajiban karantina selama 10 di hotel yang sudah disediakan tidak lagi menjadi beban hidup baru bagi masyarakat.

"Saya kira ini jangan sampai menimbulkan persepsi yang kemudian masyarakat menjadi bertanya-tanya. Walaupun secara ekonomi juga bagus untuk hidupnya hunian hotel, tapi kan buat rakyatnya jadi terjepit pak," pungkas Ace.