Kronologi Formula E Jakarta Bermasalah yang Terancam Merugi seperti Montreal
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat bertemu dengan CEO Formula E Alejandro Agag di New York (Foto: Instagram @aniesbaswedan)

Bagikan:

JAKARTA - Ambisi Pemerintah DKI Jakarta menghelat balapan Formula E menempuh babak panjang. Selain karena terhambat pandemi COVID-19, masalah penggelontoran anggaran yang dinilai membebani APBD menjadi sorotan. Belum lagi, bila melihat gelaran yang sudah-sudah, seperti Formula E di Montreal, sialnya tak menggenjot perekonomian. 

13 Juli 2019, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menyatakan Jakarta akan menjadi tuan rumah balap mobil bergengsi Formula E 2020. Hal itu diungkap Anies usai bertemu dengan Federasi Ootmotif Internasional (FIA) selaku pengelola Formula E di New York, Amerika Serikat (AS). 

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyatakan terdapat dua rute di sekitaran Monas yang akan dijadikan lintasan balap Formula E 2020. Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan dua rute ini sudah disetujui oleh pihak penyelenggara Formula E.

Mulanya, pada 13 Agustus 2019, Anies mengklaim membutuhkan dana sebesar 24,1 juta atau Rp 343 miliar untuk menjadi tuan rumah balapan Formula E. Tak lupa ia juga menegaskan manfaatnya yang besar bagi sisi perekonomian Jakarta yang berpotensi meraup pendapatan hingga Rp1,2 triliun. 

Sampai 20 September 2019, Formula E lewat laman resminya memastikan Jakarta akan jadi salah satu tuan rumah seri balapan tersebut pada 6 Juni 2020. Selain Jakarta, Seoul, Korea Selatan dan London, Inggris juga masuk dalam kalender balapan Formula E 2020.

Ditunda dua tahun

Sepanjang bulan kedua 2020 isu Formula E terus bergulir. Mulanya masalah hadir terkait pemilihan lokasi sirkuit. 

Sekretariat Negara (Setneg) selaku Komisi Dewan Pengarah Kawasan Medan Merdeka tak memberi izin kepada Pemprov DKI menggelar balap mobil elektronik itu di area Monas dengan mempertimbangkan status cagar budaya kawasan. Namun tak sampai sepekan, Seteng mengubah keputusan dan memberi izin kepada Pemprov DKI Jakarta menggelar Formula E di kawasan Monumen Nasional. 

Sudah beres perkara tempat, kini muncul masalah yang lebih besar: pandemi COVID-19. Ketua Ikatan Motor Indonesia (IMI) Sadikin Aksa menyebut Federasi Otomotif Internasional (FIA) mengawasi dampak virus corona jelang Formula E 2020 di Monas.

Sampai pada awal Maret 2020, Anies kemudian menyetop sementara seluruh izin keramaian di Ibu Kota karena khawatir penyebaran virus corona baru. Keputusan tersebut otomatis membuat Formula E pada 9 Maret 2020 resmi ditunda. Dan kabar penundaan ini kembali menjuat, karena balapan rencananya baru akan dihelat pada 2022.

Masalah anggaran

Masalah belum berhenti sampai di situ. Sekarang, giliran masalah anggaran yang disorot. Besarnya anggaran yang digelontorkan untuk ajang balapan ini dianggap membebani APBD. 

Dalam hasil audit yang dikeluarkan per tanggal 19 Juni 2020, Badan Pengawas Keuangan (BPK) mencatat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah membayar commitment fee dan Bank Garansi hampir Rp1 triliun. Rinciannya, ada commitment fee yang dibayarkan pada 2019 senilai Rp360 miliar. Lalu pada 2020, commitment fee yang dibayarkan senilai setara Rp200,3 miliar. Lalu, Bank Garansi yang dibayarkan senilai Rp423 miliar.

BPK mengkritisi ihwal anggaran Formula E. Lembaga keuangan tersebut mencatat seluruh beban pembiayaan kegiatan ajang balap mobil bertenaga listrik ini masih dibebankan kepada dana APBD DKI. Padahal, Anies telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 83 Tahun 2019. Isinya, Anies menugaskan kepada BUMD PT Jakpro selaku penyelenggara untuk dapat mencari sponsor atau kerja sama dari pihak lain.

Oleh sebab itu, BPK mendesak Dispora DKI untuk mendorong PT Jakpro bisa menjalin kerja sama dengan pihak lain. Prinsipnya, agar dapat mencari sumber pendanaan lain selain dari APBD. 

Pemprov DKI diminta sejumlah pihak untuk menarik kembali uang yang digelontorkan demi bisa dialihkan untuk penanganan pandemi. Namun sayangnya, BPK mencatat uang commitment fee itu tak dapat ditarik. 

Ilustrasi (fiaformulae)

BPK menilai Pemprov DKI belum optimal melakukan negoisasi. Oleh sebab itu, BPK Meminta kepada PT Jakpro selaku penyelenggara Formula E dan perwakilan Pemprov DKI untuk melakukan renegosiasi kepada pihak FEO terkait penegasan dan memperjelas status keberlanjutan kerja sama serta status pendanaan yang telah disetorkan.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menanggapi hasil audit BPK soal Formula E. Kata Riza, Pemprov DKI masih tetap ingin menyelenggarakan Formula E. Rencananya, balap mobil internasional tersebut akan mulai digelar tahun 2022.

"Karena masa Pandemi COVID-19, di 2020 dan 2021 tidak dimungkinkan. Kita sudah memutuskan bersama pihak pihak terkait, kita akan laksanakan Formula E di tahun 2022. Mudah-mudahan, di tahun itu suasananya sudah berbeda pandeminya. Syukur-syukur sudah berkurang secara drastis," jawab Riza.

Menguji dampak ekonomi

Salah satu masalah yang menjadi kekhawatiran orang banyak yakni soal "mubazirnya" uang rakyat yang digunakan. Apalagi di tengah pandemi COVID-19 ini anggaran untuk menangani masalah penyebaran penyakit tentu menjadi prioritas. Selain itu, banyak orang skeptis timbal balik dari uang yang digelontorkan untuk membiayai Formula E juga digadang-gadang tak bakal setimpal.  

Kita sebetulnya bisa mengambil pelajaran dari gelaran Formula E di Montreal untuk melihat bagaimana dampak ekonomi yang diciptakan dari balapan tersebut. Namun sebelum mengulas hal itu, kita juga perlu melihat apakah gelaran Formula E sendiri membawa untung atau buntung.

Seperti dilansir Forbes, pergelaran balap mobil bertenaga listrik Formula E sebetulnya lebih banyak keluar uangnya daripada yang dihasilkan sejak didirikan pada 2014. Walaupun pada periode tertentu, gelaran ini mulai tampak menemukan formula untuk mendapatkan keuntungan. 

Ketika Formula E diluncurkan pada 2014, banyak pengamat percaya bahwa kejuaraan tersebut akan terhenti dalam hitungan bulan. Balapan baru itu dianggap hanya gimik belaka dan mengekor gelaran Formula Superleague, yang menghubungkan tim dengan sepak bola, Grand Prix Master untuk mantan bintang Formula Satu dan Grand Prix A1 di mana negara-negara menerjunkan timnya. Dan semua gelaran tersebut berakhir di pit, namun Formula E tetap berada di jalurnya. 

Tidak seperti banyak kejuaraan yang bernasib buruk, Formula E sejalan dengan kebutuhan pembuat mobil karena memungkinkan mereka untuk menunjukkan kesan energi ramah lingkungan mereka yang menjadi semakin penting. 

 

 

 

 

 

View this post on Instagram

Menurut laporan terbaru oleh perusahaan konsultan McKinsey, penjualan kendaraan listrik meningkat 63 persen menjadi lebihdari dua juta unit pada tahun 2018. Dan masih ada ruang untuk pertumbuhan karena hanya mewakili 2,2 persen dari keseluruhan pasar kendaraan ringan. 

Formula E tidak hanya memamerkan kendaraan listrik atau EV, namun juga mensimulasikan kendaraan listrik di jalan yang sama dengan yang digunakan konsumen. 

Balapan ini menggambarkan kecilnya tingkat kebisingan dan emisi dari mobil formula E, sehingga balapannya memungkinkan berlagsung di pusat kota dan ini telah membantunya menjadi iklan favorit industri EV. 

Besar pasak daripada tiang

Awalnya gelaran Formula E yang diliat sebagai gelaran yang merugi karena biaya penyelenggaraannya melebihi pendapatannya. Sementara yang lain mengatakan bahwa mereka tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk menutupi biayanya dan tidak ada keraguan tentang itu. 

Pada 2018 misalnya, FEO --institusi yang memegang lisensi Formula E-- membuat kerugian bersih sebesar 28,4 juta dolar AS. Sebab, menghabiskan biaya 171,9 juta dolar AS untuk penyelenggaraannya namun hanya berpendapatan 143,5 juta dolar AS. Dan itu bukan yang pertama kalinya. 

Pendapatan FEO belum menutupi biayanya setiap tahun sejak Formula E diluncurkan. Sementara pendapatannya memang tumbuh tiga kali lipat dari 2015 sampai 2018. Namun jumlah itu belum cukup untuk mencapai titik impas. 

Sementara dari sisi taun rumah tempat diselenggarakannya Formula E, sebetulnya ada sejumlah keuntungan dari balapan di pusat kota. Balapan di jalan-jalan kota juga membuat ajang Formula E berada tepat di depan pintu kawasan padat penduduk dan ini telah menarik lebih banyak pabrikan daripada yang ada di gelaran F1. 

Audi, BMW, Jaguar, dan Nissan semua tim Formula E lapangan tahun ini bergabung dengan Porsche dan Mercedes yang memimpin klasemen setelah pembukaan musim akhir pekan ini di Arab Saudi. Namun, Tesla, pabrikan EV paling terkenal di dunia, absen meski kondisinya menguntungkan.

Pada mulanya, gelaran ini tak memungut biaya pada negara yang hendak menjadi tuan rumah. Namun setelah gelaran ini mulai dikenal, ia mulai mengubah model bisnisnya. 

Nasib Montreal

Meski dinilai menjanjikan perputaran uang yang besar, gelaran Formula E di beberapa daerah sebetulnya sempat mengalami hambatan. Dan salah satunya itu di Montreal, Kanada. Ada sebuah laporan yang mengungkapkan bahwa balapan di tahun 2017 itu berdampak mengejutkan pada bisnis lokal. 

Menurut lembaga survei Formule Citoyenne yang dikutip Mulier Institute Utrecht (2020) alih-alih mendongkrak perekonomian pedagang, 70 persen dari mereka mengatakan sebaliknya. Mayoritas pebisnis merugi. Mereka mensurvei 70 pedagang dan hasilnya, 49 dari mereka mengaku mengalami dampak negatif dari balapan. Sedangkan 28,6 persen mengatakan mereka tidak mendapat untung dan hanya 1,4 persen yang mendapat untung. 

Menurut lembaga tersebut, "meskipun berdampak positif pada beberapa bisnis, banyak pedagang masih marah dengan pengalaman ini yang terkadang menghabiskan banyak biaya." Ia menambahkan bahwa kerugian yang diakibatkan dari balapan tersebut berkisar 500 dolar AS hingga 18.000 dolar AS per pedagang. Salah satu penyebabnya yakni karena persaingan antara fasilitas balapan dan bisnis lokal. 

"Formula E adalah desa kecil yang terisolasi dan otonom, dengan fasilitasnya, dan infrastrukturnya. Ada semacam "daerah otonom" yang mencakup truk makanan yang tidak berasal dari area tersebut, hingga merugikan restoran terdekat," tertulis pada pernyataan Formule Citoyenne. Balapan pun kemudian mendapat lampu merah dan dihapus dari kalender pada musim berikutnya. 

Laporan keuangan FEO bahkan mengakui bahwa risiko terlihat jelas dalam deretan kota yang berubah. Mengorganisir balapan di jalan-jalan kota membawa tantangannya sendiri, tetapi karena balap jalanan kota adalah bagian dari DNA seri ini dan menarik audens yang luas, grup terus menarik kesepakatan dari kota atau promotor.

*Baca Informasi lain soal Formula E atau baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian.

BERNAS Lainnya