JAKARTA - Bentrokan terjadi di Pancoran Buntu, jalur Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dua lajur ditutup dari arus kendaraan. Kabarnya, bentrokan melibatkan warga dengan ormas dan kepolisian. Apa yang melatarbelakangi bentrokan ini?
Dilihat dari siaran langsung di Facebook ERA.ID, tampak pecahan beling dan batu berserakan di jalan sekitar. Selain itu, aparat bersenjata lengkap juga tampak di sekitar area bentrokan.
Mundur ke Juli 2020. Kala itu warga Gang Buntu II digusur paksa oleh PT Pertamina Persero. Warga dipaksa menyingkir dari lahan 4,8 hektare yang dihuni dua ribu jiwa sejak 20 tahun lalu. Namun, PT Pertamina mengklaim tanah itu milik mereka.
Bagi warga penggusuran itu justru cacat prosedur hukum. Warga tak terima digusur dari tanah yang masih sengketa. Mereka tahu betul penggusuran tak bisa dilakukan sebelum ada keputusan pengadilan. Selain itu warga juga melaporkan banyak intimidasi dan teror yang mereka alami.
Banyak warga yang telah meninggalkan tanah itu karena ketakutan. Meski begitu, sejumlah lain masih bertahan. Kemudian warga dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan dengan tuduhan Pasal 167 KUHP tentang penyerobotan lahan.
Rangkaian penggusuran
Dilansir CNN yang mengutip pernyataan Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus. Dijelaskan, sejak itu rangkaian upaya penggusuran terus dilakukan atas nama PT Pertamina Training and Consulting (PTC), anak perusahaan PT Pertamina yang mengklaim kepemilikan lahan.
Selama itu juga warga terus memertanyakan sejumlah hal. Misalnya untuk pembangunan apa penggusuran itu?
Tanggal 11 Januari, PT Pertamina sempat mendatangi permukiman warga. Mereka membawa bukti kepemilikan lahan oleh PT PTC. Bukti itu yang dijadikan landasan penggusuran. Ada hal lain yang dipertanyakan warga, yakni mengenai Surat Peringatan Penggusuran.
PT Pertamina gagal menunjukkan surat itu. Mereka menyebut aktivitas pembongkaran itu bukan penggusuran, tapi pemulihan aset negara. Sejak saat itu area permukiman warga dipasangi plang dengan tulisan "Tanah dan/atau bangunan ini milik PT Pertamina" dan "Rumah ini harus dikosongkan".
Warga makin bingung dan terdesak karena merasa belum menyepakati apapun dengan PT Pertamina. Katrena tak juga geser, PT Pertamina kembali beberapa hari kemudian bersama 30 anggota organisasi masyarakat berseragam. Sejumlah preman hadir bersama mereka.
Gerombolan itu membawa palu penghancur, gergaji mesin, serta satu unit ekskavator untuk meratakan rumah-rumah warga. Warga tak diam. Mereka menghalangi gerombolan itu hingga kericuhan terjadi. Aparat melerai. Namun kerusuhan tak berhenti di sana.
Pada 22 Februari, bentrokan antara warga dan gerombolan penggusur kembali terjadi. Warga mengungkap satu peristiwa yang menimpa seorang wraga lansia bernama Gito. Gito sempat dibawa paksa oleh aparat Brimob ke sebuah bangunan sekolah PAUD di sekitar sana.
Nasib malang Gito berlanjut ketika aksi dorong-dorongannya dengan polisi dilaporkan dengan tuduhan penganiayaan/pemukulan. Intimidasi dan penggusuran terus terjadi, bahkan ketika warga dirundung bencana banjir. Tanggal 24 Februari, posko banjir yang dibangun warga digilas ekskavator.
Warga lapor Komnas HAM
Di tengah rangkaian upaya penggusuran itu, tepatnya 13 Januari, warga sempat melaporkan intimidasi yang dilakukan oknum Brimob kepada warga ke Komnas HAM. “Kami ke komnas HAM, melaporkan, warga Pancoran merasa diintimidasi oknum Brimob,” tutur warga bernama Okta Yuda Irawan, dikutip RRI.
“Kita berdiri dilahan sengketa. Warga pada dasarnya bukan mempertahankan apa yang bukan hak miliknya tetapi bertahan sesuai koridor,” tambah dia.
Okta menuturkan intimidasi itu. Menurut Okta, awalnya keberadaan oknum aparat terasa menengahi. Namun, situasi berubah. Oknum Brimob itu justru terlibat dalam berbagai upaya intimidasi warga.
“Mengadukan ada bukti berupa video keberadaan oknum Brimob disana dari mulai perktaan dan unsur intimidasi menenteng senjata dan warga merasa ketakutan,” kata Okta.
Pertamina klaim punya 25 sertifikat HGB
Terbaru, PT Pertamina Training and Consulting telah mengklaim kepemilikan lahan di wilayah Gang Buntu II, Pancoran, Jakarta Selatan. "Secara hukum, hak kepemilikan Pertamina atas lahan tersebut dikuatkan melalui 25 sertifikat Hak Guna Bangunan [HGB] yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Jakarta Selatan 11 Badan Pertanahan Nasional dan Akta Pelepasan Hak No. 103 Tahun 1973," kata Legal Manager PT PTC Achmad Suyudi, ditulis CNN, Rabu, 17 Maret.
Suyudi mengatakan kepemilikan telah disosialisasikan lewat dialog dengan warga sejak Juli 2020. Suyudi juga menolak disebut menutup jalur komunikasi dengan warga setempat. Bahkan Suyudi mengatakan pihaknya telah memberi kompensasi kepada warga.
"PTC telah menempuh jalur hukum sesuai dengan aturan yang berlaku," kata Suyudi.
Terkait keterlibatan aparat polisi, Suyudi menyebut hal itu sebagai upaya penertiban dan pengawasan lapangan. Pihak Pertamina, kata Suyudi juga telah berkoordinasi dengan aparat pemerintah, mulai dari Wali Kota Jakarta Selatan, Kecamatan Pancoran, hingga Kelurahan Pancoran dan RT serta RW.
*Baca informasi lain soal SENGKETA PERTAMINA DAN WARGA PANCORAN BUNTU atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.