Sengketa Tanah Pertamina di Pancoran, Wagub DKI Berniat Relokasi Warga ke Tempat Baru
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria (Foto: Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria buka suara soal sengketa tanah antara Pertamina dan warga yang berujung bentrokan di Jalan Pancoran Buntu II, Pancoran, Jakarta Selatan.

Riza bilang, lahan yang menjadi objek sengketa merupakan kawasan tanah milik BUMN Pertamina. Namun, lahan tersebut telah ditinggali oleh warga setempat selama puluhan tahun.

"Pertamina ingin menggunakan, memanfaatkan, namun masyarakat sudah tinggal lama di situ berpuluh tahun," kata Riza di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Kamis, 18 Maret.

Riza meminta semua menghormati status kepemilikan lahan dari Pertamina. Namun, di sisi lain, ia ingin memperhatikan aspek kemanusiaan, yakni kondisi warga yang sudah menempati lahan tersebut sejak lama.

Oleh sebab itu, Riza menyebut Pemprov DKI akan melakukan mediasi antara warga dengan Pertamina. Rencananya, warga akan dipindahkan ke tempat tinggal di lokasi lain.

"Mari kita carikan solusi bersama agar Pertamina merndapatkan tempat tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak juga. Dan masyarakat yang tinggal bertahun-tahun di situ mendapatkan solusi tempat tinggal yang baru," jelas dia.

Diketahui sebelumnya, Bentrokan terjadi di Pancoran Buntu, jalur Pasar Minggu pada Rabu, 24 Februari. Bentrokan tersebut terekam video oleh warganet yang baru-baru ini tersebar di media sosial. 

Peristiwa tersebut menyebabkan sejumlah orang terluka. Kabarnya, bentrokan melibatkan warga dengan ormas dan kepolisian. 

Mundur ke Juli 2020. Kala itu warga Gang Buntu II digusur paksa oleh PT Pertamina Persero. Warga dipaksa menyingkir dari lahan 4,8 hektare yang dihuni dua ribu jiwa sejak 20 tahun lalu. Namun, PT Pertamina mengklaim tanah itu milik mereka.

Bagi warga penggusuran itu justru cacat prosedur hukum. Warga tak terima digusur dari tanah yang masih sengketa. Mereka tahu betul penggusuran tak bisa dilakukan sebelum ada keputusan pengadilan. Selain itu warga juga melaporkan banyak intimidasi dan teror yang mereka alami.