Program Susu Gratis Berpotensi Mematikan Produsen Lokal karena Peningkatan Impor, Perlu Diwaspadai
Peternak memerah susu sapi di Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. (Antara/Aditya Pradana Putra)

Bagikan:

JAKARTA – Memberikan susu dan makan siang gratis, yang menjadi salah satu program pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka terus menimbulkan polemik. Bagi ekonom, program ini mengancam peningkatan impor susu, sementara dari sektor kesehatan, benarkah susu dapat mencegah stunting?

Menurut Kementerian Kesehatan, stunting adalah permasalahan gizi kronis yang disebabkan oleh kekurangan gizi dalam kurun waktu yang lama akibat asupan makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Biasanya, masalah stunting ini mulai terjadi saat bayi berada dalam kandungan dan akan mulai terlihat saat anak menginjak dua tahun.

Ulama hingga santri bersolawat bersama sambut kehadiran calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto dalam acara Relawan Ndaru Bersalawat di Stadion Maulana Yusuf Kota Serang, Banten, Sabtu (27/1/2024). (Antara/Desi Purnama Sari/aa)

Stunting menjadi masalah yang sangat menghantui, tidak hanya bagi orang tua, tapi juga bagi sebuah negara secara keseluruhan. Ini karena stunting memiliki efek jangka panjang yang nantinya menyangkut kecerdasan, produktivitas di usia dewasa, hingga pembangunan dan ekonomi negara.

Tapi, apakah susu menjadi satu-satunya sumber protein untuk mencegah stunting?

Susu Bukan Lagi Penyempurna

Stunting dapat terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK),  yang dimulai sejak terbentuknya janin pada saat kehamilan (270 hari) sampai dengan anak berusia dua tahun (730 hari). Stunting nantinya akan berpengaruh terhadap tingkat kecerdesan anak dan status kesehatan saat dewasa.

Melansir laman Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) 1000 HPK juga dikatakan sebagai periode sensitif atau periode golden age karena dampak yang ditimbulkan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Dampak tersebut tidak hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi juga pada perkembangan mental dan kecerdasannya.

Memperhatikan asupan pada 1000 hari pertama kehidupan merupakan salah satu cara untuk mencegah stunting.

Jika di era sebelumnya kita lebih mengenal dengan istilah empat sehat sempurna untuk memenuhi kebutuhan gizi, Kemenkes saat ini terus menggencarkan program pedoman gizi seimbang yang disusun sesuai rekomendasi keputusan Kongres Gizi Internasional di Roma pada 1992.

Konsep empat sehat lima sempurna dipopulerkan oleh Bapak Gizi Indonesia, Prof. Poerwo Soedarmo sekitar tahun 1952. Dalam konsep tersebut menekankan pentingnya konsumsi lauk pauk, sayur, dan buah. Susu dalam konsep ini disebut sebagai penyempurna. Artinya, dalam konsep empat sehat lima sempurna susu menjadi makanan atau minuman yang dikelompokkan tersendiri dan dianggap penyempurna.

Pedagang memilih ikan untuk ditimbang di Pasar Bandarjo, Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Rabu (11/10/2017). (Antara/Aditya Pradana Putra)

Berbeda dengan konsep gizi seimbang yang kini digunakan sebagai pedoman gizi. Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan memantau berat badan secara teratur agar dapat terhindar dari berbagai masalah gizi maupun kesehatan.

Dalam konsep gizi seimbang, susu termasuk ke dalam salah satu sumber protein, yang artinya mengonsumsi susu bukan sebuah keharusan ketika kebutuhan proteinnya terpenuhi dari makanan lain seperti ikan, daging, atau kacang-kacangan.

“Mencukupi kebutuhan protein anak-anak di Indonesia bukan hanya melalui susu,” demikian dikutip situs Kemenkes.

Masih dari sumber yang sama, disebutkan ada makanan lain yang memiliki nilai gizi sama tak kalah dengan susu, dan pasokannya jauh lebih berlimpah untuk mencukupi kebutuhan seluruh anak Indonesia, makanan tersebut tidak lain adalah ikan.

Secara umum, komposisi protein hewani pada ikan sebenarnya tidak terlalu berbeda kandungannya dengan protein hewani lainnya. Namun, ikan dikatakan lebih menyehatkan karena lemak yang terkandung di dalam ikan bukan merupakan lemak jenuh.

Sebagai salah satu sumber protein hewani, ikan mengandung asam lemak tak jenuh (omega, yodium, selenium, fluorida, zat besi, magnesium, zink, taurin, serta coenzyme Q10). Selain itu, kandungan omega 3 pada ikan jauh lebih tinggi dibanding sumber protein hewani.

“Sumber protein ikan memiliki kelebihan dibandingkan susu. Ikan tidak hanya mengandung protein, namun juga mengandung senyawa yang alami, yakni PUFA, EPA dan DHA”, dikutip dari Kemenkes.

Isi Piringku

Kemenkes juga kemudian mengeluarkan pedoman makan untuk orang Indonesia yang disebut dengan konsep “isi piringku” untuk mengampanyekan konsumsi makanan yang sesuai dengan pedoman gizi seimbang. Dalam satu piring setiap kali makan, setengah piring diisi dengan sayur dan buah, sedangkan setengah lainnya diisi dengan makanan pokok dan lauk pauk.

Selain itu, isi piringku juga memuat ajakan mengonsumsi delapan gelas air setiap hari, melakukan aktivitas fisik 30 menit setiap hari, dan mencuri tangan dengan air dan sabun sebelum serta setelah makan.

Konsep Isi Piringku sebagai pedoman makan untuk orang Indonesia. (Kemenkes)

Dari situs Kemenkes disebutkan, promosi konsumsi susu untuk anak usia sekolah cukup baik, tapi gagasan yang menjadikan susu sebagai konsumsi harian perlu ditunjang kajian yang lebih mendalam.

Ini karena perlunya perhatian terhadap data prevalensi intoleransi laktosa yang cukup tinggi, di samping risiko kejadian alergi susu, serta besarnya risiko kontaminasi susu yang tidak disajikan atau disimpan secara tepat sehingga berdampak pada kejadian penyakit yang dihantarkan melalui makanan.

Ancam Peningkatan Impor Susu

Terkait program susu gratis, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho angkat bicara. Menurutnya, produksi susu segar dalam negeri alias SSDN masih di bawah satu juta ton. Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi susu segar dalam negeri adalah 968,98 ribu ton pada 2022.

Menurut Andry, dengan kebutuhan yang tinggi saat ini, impor susu sapi mencapai kurang lebih 80 persen. Jika program susu gratis terealisasi, dijelaskan Andry, akan menyebabkan peningkatan permintaan susu, padahal saat ini 80 persen susu masih diperoleh dari impor.

"Saya takutnya impor susu akan semakin besar, akan ada kenaikan dari 80 persen untuk memenuhi janji-janji dari beliau. Itu pasti akan ada importasi susu segar," ujar Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef ini.

Sebanyak 82 persen kebutuhan susu Indonesia masih dipenuhi lewat mekanisme impor. (ITB)

Soal rencana Prabowo akan mengimpor 1,5 juta ekor sapi perah untuk merealisasikan program susu gratis, Andry mengatakan tidak bisa mendatangkannya dalam waktu bersamaan, melainkan secara berkala.

"Sedangkan program harus tetap jalan. Nah ada time lag, inilah yang menurut saya akan diisi oleh impor. Ini patut diwaspadai juga," tutur Andry.