Bagikan:

JAKARTA - Presiden Terpilih Prabowo Subianto bakal menghadirkan program minum susu gratis sebagai pelengkap makan bergizi gratis. Sumber pemasoknya dikabarkan didapat dari industri lokal.

Merespons rencana itu, Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengungkapkan, bahwa pasokan dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan program tersebut.

"Sementara menurut saya mau tidak mau (harus impor), sambil benahi di hulu-nya," ujar Adhi kepada wartawan, dikutip Selasa, 23 Juli.

Adhi menyebut, saat ini produksi susu dalam negeri telah sepenuhnya diserap untuk kebutuhan konsumsi nasional. Bahkan, dia mencatat hal itu masih kurang karena sekitar 80 persen kebutuhan masih dipasok dari impor.

Menurutnya, rencana impor sapi perah ke Indonesia jadi satu langkah yang sulit. Sebab, hanya ada beberapa wilayah di Indonesia yang cocok sebagai sentra produksi susu.

"Sekarang produksi lokal sudah 100 persen diserap, tapi masih kurang. Makanya ada program katanya mau menambah sapi. Tapi, kan, tidak mudah. Karena Indonesia itu termasuk negara tropis yang tidak punya lapangan luas," katanya.

Dengan kendala yang ada tersebut, Adhi menilai, produksi susu di Indonesia kalah jauh dari negara lain. Sebut saja ada Australia dan Eropa yang tiap peternakan sapi perah mampu menghasilkan hingga 50 liter susu per hari.

"Kalau di Australia atau eropa, produktivitasnya per hari itu bisa 40-50 liter. Di sini rata-rata peternak itu sekitar 12-15 liter, perusahaan-perusahaan yang sudah cukup besar kayak Greenfields dan sebagainya bisa sekitar 20-25 liter. Enggak ada yang 30 liter, masih mendingan lah," ucap Adhi.

"Tapi, sebagian besar peternak kami adalah peternak rakyat yang produktivitasnya rendah karena memang cuaca yang tidak cocok dan lain sebagainya," tambahnya.

Tak hanya itu, kata Adhi, peternak lokal juga masih terkendala inovasi pakan yang berguna untuk menunjang produktivitas hasil sapi perah. Dia melihat contoh di China dengan empat musim yang ada, negara itu mampu menjaga produksi susunya sepanjang tahun.

Meski begitu, skema tersebut kembali lagi belum cocok dijalankan di Indonesia. Utamanya terkait dengan lahan yang dibutuhkan sebagai penunjang.

"Kami harus punya lahan luas, inovasi di pakan, harus punya bibit unggul sapi perahnya dan lain sebagainya. Manajemen ternaknya tidak mudah," tutur dia.

"Tidak semudah yang dikatakan 'saya mau nambah satu juta peternak atau satu juta sapi', mau siapa yang kelola, mau taruh dimana dan sebagainya. Belum cuaca yang tidak menunjang," sambungnya.

Sementara itu, Adhi mengakui beberapa perusahaan anggota Gapmmi ada yang diajak untuk melakukan impor sapi perah. Namun, dia menilai masih banyak aspek yang jadi pertimbangan untuk merealisasikannya.

"Ya beberapa produsen anggota Gapmmi diminta untuk mendukung program pengadaan sapi. Tapi, memang banyak hal yang harus dipersiapkan, tidak bisa serta merta seperti itu," pungkasnya.