JAKARTA – Peternak sapi perah di Jawa Tengah dan Jawa Timur mandi susu hasil produksinya. Susu sapi lokal disebut kalah berkualitas dibanding susu impor sehingga produksinya tak terserap. Bagaimana nasib Makan Bergizi Gratis (MBG) yang merupakan program andalan pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka?
Video sejumlah peternak sapi perah yang mengguyur tubuh mereka dengan susu sapi menarik perhatian publik. Aksi mandi susu susu yang dilakukan para peternak sapi perah itu terjadi pada Sabtu (9/11/2024) di Boyolali, Jawa Tengah.
Dari video terlihat puluhan mobil pikap berisi muatan susu segar berjejer di sepanjang jalan. Sekitar 50 ribu liter susu terbuang dalam aksi tersebut. Selain dijadikan untuk mandi susu, mereka juga membagikan susu segar gratis kepada para warga di Simpang Lima Boyolali.
Kata salah seorang peternak sapi perah, Danu Nugroho, aksi ini sebagai bentuk keprihatinan karena sejak September 2024 susu sapi produksi lokal sering ditolak industri pengolahan susu atau IPS.
Fenomena mandi susu ini terjadi di tengah persiapan makan bergizi gratis yang akan mulai dilaksanakan tahun depan. Direktur eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan fenomena peternak membuang susu sapir adalah pukulan pertama bagi program ketahanan pangan Prabowo.
Kualitas Lokal Tak Sesuai Standar Keamanan
Keresahan di kalangan peternak sapi perah lokal dipicu berbagai hal. Pertama soal impor susu sapi secara jor-joran. Langkah ini diambil karena produksi susu lokal belum mampu memenuhi kebutuhan susu nasional.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) kebutuhan susu nasional mencapai 5,78 juta ton tiap tahunnya. Itu terdiri dari 4,6 juta ton kebutuhan susu reguler, ditambah 1,18 juta ton untuk siswa SD dalam program makan bergizi gratis.
Sedangkan produksi dalam negeri hanya 0,9 juta ton. Artinya ada kekurangan 4,88 juta ton atau setara 1,25 juta ekor sapi perah laktasi. Kekurangan susu ini dipasok dari luar negeri seperti Australia, selandia baru, dan negara-negara Eropa.
Sementara itu, dari sisi industri pengolah susu, berkurangnya serapan susu sapi lokal dikarena kualitasnya yang tidak sesuai standar, sebagaimana dituturkan Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Pengolah Susu atau AIPS, Sonny Effendhi.
Industri pengolahan susu lebih memilih susu dari luar negeri karena menurut Sonny kualitas susu peternak dalam negeri tidak sesuai dengan kualitas perusahaan. Susu peternak dalam negeri mengandung bahan-bahan yang tidak aman ketika dikonsumsi sehingga tidak sesuai dengan standar food safety atau keamanan pangan.
Sonny mengungkap, susu dalam negeri cenderung mengandung air, sirup gula, dan lainnya. Padahal standar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak membolehkan kandungan-kandungan ini di dalam susu.
BACA JUGA:
Sonny menekankan, susu murni hasil produksi peternak sudah sesuai standar. Tapi hal tersebut tidak tercermin pada mayoritas susu yang disetor ke pabrikan lantaran oknum dalam rantai pasok.
"Saya sampaikan, tidak semua koperasi menambah cemaran. Jika koperasi sudah mengikuti standar prosedur operasi, hasil kualitasnya pasti sesuai standar," ujarnya.
Sonny juga membantah industri memilih impor karena harganya yang lebih murah.
Perihal kualitas susu sapi lokal yang dianggap kurang diamini Menteri Pertanian Andi Amran. Ia menyebut kuota susu sapi lokal dibatasi karena kualitasnya yang kurang. Namun ia menegaskan ketika kualitas diperbaiki, maka keran impor susu sapi bisa dibatasi. Andi Amran bahkan menargetkan impor susu sapi hanya sebesar 40 persen jika industri pengolahan susu mampu menyerap susu sapi lokal.
Mentan Andi Amran juga kini langsung menangguhkan izin impor lima perusahaan susu. Tujuannya supaya perusahaan tersebut menyerap produksi susu dalam negeri. Ia mengancam mencabut izin impor secara permanen jika selama penangguhan perusahaan tersebut bersikeras enggan menyerap susu lokal.
Pukulan bagi Program Ketahanan Pangan
Dari sudut pandang peternak, kualitas susu sapi lokal yang disebut kurang disebabkan oleh beberapa faktor. Mulai dari tidak adanya proteksi dari pemerintah, hingga membanjirnya susu impor terutama yang berbentuk kering atau skim bubuk yang harganya lebih murah sehingga menimbulkan persaingan yang tidak sehat.
Selain itu, pemeliharaan peternak lokal juga tidak sebagus peternak di luar negeri sehingga menghasilkan bibit atau anakan sapi perah yang kurang baik dan produksi susunya sedikit.
Ribut-ribut soal impor susu sapi ini sedikit banyak mengusik kebijakan makan bergizi gratis pemerintah Prabowo yang akan debut tahun depan. Namun, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana tetap optimistis program makan bergizi gratis dapat menyerap susu sapi lokal, sehingga para peternak tidak perlu khawatir.
Sementara itu, Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira menuturkan fenomena peternak membuang susu jadi pukulan pertama bagi program ketahanan pangan Prabowo.
“Solusinya kan bisa dorong BUMN ID FOOD karena sudah bekerja sama dengan PTPN Holding, FrieslandCampina, dan HVA International B.V untuk penyediaan susu di program makan bergizi gratis,” kata Bhima kepada VOI.
Bhima juga mendorong perusahaan-perusahaan dan pemerintah memprioritaskan kemitraan dengan peternak, karena pada saat gembar gembor MBG, pemerintah memberi sinyal impor susu sehingga merusak mekanisme kemitraan peternak lokal dan perusahaan.
“Kalau kasus perusahaan mengurangi pembelian susu peternak dan pilih impor dibiarkan, khawatir pemenuhan susu untuk MBG akan full impor. Ini bukan ketahanan pangan tapi jalur rantai impor susu besar-besaran,” Bhima mengimbuhkan.
Untuk meredam ribut-ribut impor susu sapi, memang butuh kekompakan antar kementerian sehingga memastikan kualitas susu sapi lokal yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.