Bagikan:

JAKARTA – Pembayaran uang kuliah dengan pinjaman online (pinjol) yang menjadi kebijakan Institut Teknologi Bandung (ITB) tengah menjadi sorotan. Kampus negeri ternama itu disebut tidak berperikemanusiaan karena mendorong mahasiswanya untuk terjerumus pinjol untuk membayar uang kuliah.

Kabar ini bermula dari cerita di media sosial X, terkait mahasiswa ITB yang tidak dapat melanjutkan kuliah karena masih memiliki tunggakan uang kuliah tunggal (UKT).

Flyer program cicilan untuk mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB). (X @ITBFess)

Saat kesulitan membayar uang kuliah, pihak kampus menyarankan mengajukan pinjaman online melalui platform Danacita. Adalah akun X bernama @ITBfess yang pertama kali menyebarluaskan skema pembayaran UKT melalui pinjol.

Seperti Pemerasan

Budi, bukan nama sebenarnya, mengaku sebagai salah satu mahasiswa ITB yang terancam tak bisa melanjutkan kuliah karena memiliki tunggakan UKT. Ia mengaku di tengah perjalanan kuliah, orang tuangnya mengalami kesulitan ekonomi.

Saat tengah bingung karena terancam tak bisa menyelesaikan studi, pihak kampus menyarankannya mengajukan pinjaman online melalui platform Danacita. Karena terpaksa, ia pun akhirnya mengajukan pinjol untuk menutupi utang uang kuliahnya. Budi mengaku, jika dihitung-hitung selisih utang dan uang yang harus dibayarkan mencapai 20 persen.

Melansir situs Danacita, setiap pinjaman untuk cicilan 12 bulan dikenakan biaya bulanan platform 1,75 persen dan biaya persetujuan 3 persen. Sementara untuk cicilan enam bulan dikenakan biaya bulanan platform 1,6 persen dan biaya persetujuan 3 persen.

Namun, ITB bukan satu-satunya kampus yang bekerja sama dengan Danacita. Universitas Tarumanegara, Universitas Muhammadiyah Jakarta, dan berbagai kampus maupun lembaga kursus tercatat menjalin kemitraan dengan Danacita.

Danacita sendiri merupakan platform dengan solusi pendanaan bagi pelajar, mahasiswa, maupun tenaga profesional untuk menempuh studi di lembaga pendidikan tinggi dan program kejuruan.

“Kami bertujuan untuk memberikan akses pendidikan untuk semua dengan menghadirkan pendanaan pendidikan terjangkau bagi para pelajar, mahasiswa, maupun tenaga profesional yang ingin meningkatkan kapasitas diri,” tulis Danacita di laman resmi.

Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPR) Ubaid Matraji, skema pembayaran UKT dengan menggunakan pinjol justru berpotensi menjerat mahasiswa dalam lilitan utang yang ketika gagal bayar dapat berujung pada praktik intimidasi.

Bagi Ubaid, jika benar ITB melakukan kerja sama resmi dengan pihak ketiga dan menerapkan skema seperti itu, maka sama saja kampus melakukan “pemerasan”

“Orang yang jelas-jelas tidak mampu itu punya hak untuk dibantu, tapi ini tidak. Dibikin celah pinjol supaya mereka secara sistemik terbelit utang dan tidak bisa bayar, apalagi ada intimidasi, itu seni pemerasan,” ujar Ubaid secara tegas.

“Karena dilakukan secara sistemik dan korbannya banyak. Ini jelas pemerasan,” imbuhnya.

Tindakan Tidak Pantas

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menyebut kebijakan ITB memberikan opsi melakukan pembayaran UKT melalui pinjol tidak tepat. Ia mengatakan, kebijakan ini justru mengajarkan orang untuk terjerat dalam pinjol.

“Ini kebijakan yang tidak tepat, ini kan artinya mendidik orang untuk terjerat pinjol. Belum lagi adanya kekhawatiran pinjol-pinjol ilegal,” kata Trubus, ketika dihubungi VOI.

“Selain itu, mahasiswa juga terancam jadi tidak fokus karena ia terlilit utang,” ia menambahkan.

Trubus menuturkan mahasiswa yang tidak mampu membayar UKT seharusnya menjadi tanggung jawab lembaga pendidikan. Apalagi, ITB termasuk dalam kategori PTN-BH atau Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum, sehingga sebagai perusahaan ITB seharusnya mampu menyediakan CSR (Corporate Social Responsibility) atau beasiswa bagi mahasiswa yang tidak mampu.

“ITB ini kan termasuk kampus ternama, sekelas ITB pasti lebih mudah mencari uang dengan menjalin kerja sama,” imbuh Trubus, dosen Fakultas Ilmu Hukum Universitas Trisakti ini.

Ilustrasi peringatan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mewaspadai jebakan pinjaman online ilegal, Minggu (10/9/2023). (Antara/Cahya Sari)

Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik, juga angkat bicara terkait berita tersebut. Menurutnya, tidak pantas bagi perguruan tinggi mana pun memberikan opsi pembayaran UKT dengan pinjol.

Ada beberapa alasan yang membuat Agus tidak setuju jika kampus bekerja sama dengan platform pinjol untuk membantu mahasiswa yang kesulitan membayar uang kuliah.

“Pertama, pinjol ini kan ada yang resmi dan tidak resmi atau ilegal. Yang ilegal ini ada ribuan, dan ini harus diwaspadai. Kedua, perguruan tinggi sudah banyak yang bekerja sama dengan platform pinjol, jadi ITB memang bukan satu-satunya, dan ini menjadi masalah,” ucap Agus kepada VOI.

“Ketiga, darimana mahasiswa dapat uang untuk bayar pinjol? Kampus tidak pantas pakai pinjol. Pinjol kan untuk orang berpenghasilan, kalau mahasiswa mau dari mana penghasilannya?” imbuhnya.

Dituturkan Agus, sebagai kampus sekelas ITB, seharusnya dapat menyediakan beasiswa untuk mahasiswa yang tidak mampu. Menurutnya, perguruan tinggi dapat mencari uang dari sumber lain seperti ikatan alumni maupun CSR perusahaan.

“Jangan sampai mahasiswa yang sudah masuk, lalu keluar hanya karena terkendala biaya,” kata Agus menandaskan.