Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan masyarakat yang berutang pada pinjol ilegal tak perlu membayar utangnya. Angin segar, tentu saja. Tapi mungkinkah? Jangan sampai ini cuma sekadar lip service.

Kata Mahfud para penyelenggara pinjol ilegal terancam hukuman atas tindakan pemerasan, perbuatan tidak menyenangkan, UU ITE, dan perlindungan konsumen. "Kepada mereka yang sudah terlanjur menjadi korban, jangan membayar."

"Kalau tidak membayar lalu ada yang tidak terima, diteror, lapor kepada kantor polisi terdekat. Polisi akan memberikan perlindungan," kata Mahfud dalam konferensi pers di Kantor Kemko Polhukam, Jakarta, Selasa, 19 Oktober.

"Kita tadi menyinggung kemungkinan penggunaan Pasal 368 KUH Pidana, yaitu pemerasan. Lalu ada Pasal 335 KUH Pidana tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan yang bisa dipakai. Kemudian, Undang-undang Perlindungan Konsumen, UU ITE Pasal 29 dan Pasal 32 ayat 2 dan ayat 3."

Mahfud menambahkan sarannya itu cuma berlaku untuk pinjol ilegal. Penindakan hukum pidana dan perdata yang ia maksud tidak berlaku untuk perusahaan financial technology (fintech) peer to peer lending yang telah memiliki lisensi dari Otortias Jasa Keuangan (OJK).

"Dengan ini maka kita menegaskan, kita hanya akan melakukan tindakan tegas terhadap pinjol ilegal. Untuk pinjol-pinjol lain yang legal, sudah berizin dan sah gitu akan berkembang. Karena justru itu yang kita harapkan."

Diamini OJK

Menkopolhukam Mahfud MD (Sumber: Dokumentasi Kemenkopolhukam)

Pernyataan Mahfud diamini OJK. Kepala Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing menjelaskan secara tinjauan hukum perdata, utang pinjol tak memenuhi syarat sahnya sebuah perjanjian.

“Mereka itu ilegal. Oleh karena itu, secara perdata, tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian. Juga mereka melakukan tindak pidana pemerasan,” kata Tongam dalam program Berita Utama di Kompas TV, Rabu, 20 Oktober.

Pemerintah berharap pinjol ilegal akan berkurang dengan seruan Mahfud dan Tongam tentang utang yang tak harus dibayar para korban pinjol ilegal. Toh masyarakat tak akan bayar, begitu asumsi pemerintah.

“Kami harap seruan seperti ini (tidak membayar utang pinjol ilegal) akan berdampak pada berkurangnya pinjol ilegal, karena asumsinya masyarakat tidak akan bayar,” Tongam.

Kepala Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L. Tobing (Sumber: Antara)

Selain harapan dan asumsi, ada beberapa langkah lain yang disebut Tongam. Pemerintah, katanya terus berupaya memberantas pinjol ilegal dengan mengedukasi masyarakat dan memblokir akses digital ke pinjol ilegal.

Menjawab keraguan soal otoritas server pinjol ilegal, Tongam mengklaim pemblokiran tetap efektif. Keraguan publik soal pemblokiran itu didasari fakta adanya 34 persen server pinjol ilegal di luar negeri dan 44 persen lain yang tak diketahui ada di mana.

Tongam, lebih lanjut mendorong masyarakat memanfaatkan pinjol legal untuk berutang. Menurut data OJK, saat ini ada 106 pinjol legal yang berlisensi dan terdaftar di OJK.

Mungkin, tapi...

Ilustrasi (Sumber: Antara)

Pada prinsipnya, apa yang dikatakan Mahfud dan Tongam bisa jadi betul. Ekonom Institute of Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda mengamini logika hukum bahwa pinjol ilegal tak memiliki kekuatan secara legalitas.

Masalahnya, situasi lapangan tak akan semudah itu bagi masyarakat. Pemerintah tak bisa tutup mata bahwa persoalan pinjol ini bukan cuma pinjam-meminjam duit. Ada masalah penguasaan data pribadi masyarakat yang rentan disalahgunakan perusahaan pinjol ilegal.

Dan jika konsep perlindungan hukum hanya berdasar laporan, rasanya tak cukup. Pemerintah, harus membentuk satu kebijakan berpayung hukum yang dapat memberi perlindungan penuh pada masyarakat. Tanpa itu, pernyataan Mahfud dan Tongam cuma lip service. 

"Tapi ya kan enggak berhenti di situ. Perusahaan itu punya data diri kita secara lengkap. Bahkan bisa akses ke galeri foto juga. Jadi keamanan data terancam dan nyawa juga kan jadinya. Kecuali Pak Mahfud keluarkan produk kebijakan yang bisa melindungi peminjam tersebut," tutur Huda kepada VOI, Kamis, 21 Oktober.

"Misal ada teror fisik oleh debt collector pinjol ilegal, kemudian (masyarakat) berlindung di balik pernyataan Pak Mahfud, memang bisa pernyataan tersebut melindungi para korban pinjol? Kan enggak. Makanya harus dilihat secara lebih hati-hati masalah bayar membayar pinjol ilegal ini."

Selain itu, jika melihat model bisnis pinjol, ada dampak lain yang mungkin muncul jika utang pinjol benar-benar tak dibayar sama sekali. Ini bisa jadi preseden yang memengaruhi paradigma masyarakat soal pinjol.

Pada dasarnya pola bisnis P2P lending adalah memertemukan lending (pemilik dana) dengan borrower (pengutang) lewat sarana teknologi. Di antara keduanya adalah pengelola platform atau aplikasi.

Bayangkan nasib pinjol legal ke depan jika pola pikir ini bertumbuh luas dan mengakar di kepala publik? Bukankah Mahfud dan Tongam mengatakan ingin pinjol legal berkembang di masa mendatang?

"Pinjol legal akan terkena imbas. Dan alasan enggak usah membayar saat ini menjadi preseden bagi borrower nakal di kemudian hari. Jadi OJK ya memang harus berhati-hati dalam menyikapi statement Pak Mahfud ini," Huda.

*Baca Informasi lain soal EKONOMI atau baca tulisan menarik lain dari Yudhistira Mahabharata.

BERNAS Lainnya