Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah ungkap ketersediaan pasokan susu di dalam negeri saat ini berasal dari impor dari New Zealand untuk memenuhi kebutuhan di Tanah Air.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pasokan susu dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan. Oleh sebab itu pemerintah melakukan impor susu dari New Zealand untuk memenuhi kebutuhan susu di Tanah Air.

"Industri susu sekarang kan juga kita impor dari new zealand," ujarnya kepada awak media di Jakarta, Rabu, 24 Juli.

Airlangga menyampaikan belum melakukan pembahasan lebih detail terkait ketersediaan kebutuhan susu yang dibutuhkan dalam progam makan bergizi gratis.

"Ya program (makan) bergizi (gratis) kan kita belum bahas detail mengenai susu," jelasnya.

Selain itu beberapa waktu lalu, Airlangga telah melakukan pertemuan dengan Menteri Perdagangan Inggris The Rt. Hon. Greg Hands MP di Kantor Departemen Bisnis dan Perdagangan.

Airlangga mengatakan dalam pertemuan tersebut Menteri Greg mengharapkan perdagangan produk susu dan turunannya dalam kerangka JETCO yang masih dirasakan masalah dalam pendaftaran karena membutuhkan waktu lama, selain penerapan Sanitary and Phytosanitary (SPS).

Dia menegaskan, Indonesia tengah melakukan deregulasi yang menekankan mekanisme lebih mudah untuk pendaftaran produk susu dan turunannya.

"Upaya ini untuk mendukung naiknya permintaan produk susu dan turunannya dengan program pemerintah baru, yakni susu gratis untuk siswa," kata Airlangga dalam keterangan resminya.

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengungkapkan, bahwa pasokan susu dalam negeri belum bisa memenuhi kebutuhan program tersebut.

"Sementara menurut saya mau tidak mau (harus impor), sambil benahi di hulu-nya," ujar Adhi kepada wartawan, dikutip Selasa, 23 Juli.

Adhi menyebut, saat ini produksi susu dalam negeri telah sepenuhnya diserap untuk kebutuhan konsumsi nasional. Bahkan, dia mencatat hal itu masih kurang karena sekitar 80 persen kebutuhan masih dipasok dari impor.

Menurutnya, rencana impor sapi perah ke Indonesia jadi satu langkah yang sulit. Sebab, hanya ada beberapa wilayah di Indonesia yang cocok sebagai sentra produksi susu.

"Sekarang produksi lokal sudah 100 persen diserap, tapi masih kurang. Makanya ada program katanya mau menambah sapi. Tapi, kan, tidak mudah. Karena Indonesia itu termasuk negara tropis yang tidak punya lapangan luas," katanya.

Dengan kendala yang ada tersebut, Adhi menilai, produksi susu di Indonesia kalah jauh dari negara lain. Sebut saja ada Australia dan Eropa yang tiap peternakan sapi perah mampu menghasilkan hingga 50 liter susu per hari.

"Kalau di Australia atau eropa, produktivitasnya per hari itu bisa 40-50 liter. Di sini rata-rata peternak itu sekitar 12-15 liter, perusahaan-perusahaan yang sudah cukup besar kayak Greenfields dan sebagainya bisa sekitar 20-25 liter. Enggak ada yang 30 liter, masih mendingan lah," ucap Adhi.

"Tapi, sebagian besar peternak kami adalah peternak rakyat yang produktivitasnya rendah karena memang cuaca yang tidak cocok dan lain sebagainya," tambahnya.

Sementara itu, Adhi mengakui beberapa perusahaan anggota Gapmmi ada yang diajak untuk melakukan impor sapi perah. Namun, dia menilai masih banyak aspek yang jadi pertimbangan untuk merealisasikannya.

"Ya beberapa produsen anggota Gapmmi diminta untuk mendukung program pengadaan sapi. Tapi, memang banyak hal yang harus dipersiapkan, tidak bisa serta merta seperti itu," pungkasnya.