HUT ke-77 PGRI: Peningkatan Kualitas Pendidikan adalah Modal Mencetak SDM Unggul Menuju Revolusi Industri 4.0
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri puncak peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-77 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Hari Guru Nasional (HGN) Tahun 2022 di Kota Semarang pada 3 Desember 2022. (Instagram Jokowi)

Bagikan:

JAKARTA - Kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh dari harapan. Lihat capaian Programme for International Student Asessment (PISA) 2018, studi internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains pada siswa berusia 15 tahun yang diselenggarakan The Organization for Economic Coorperation and Development (OECD).

Indonesia, menurut Bernada Rurit dan Nugroho Dewanto dalam bukunya, ‘Indonesia Menuju 2045 SDM Unggul dan Teknologi Adalah Kunci’, berada dalam peringkat 72 dari 77 negara. Mengalami penurunan dari penilaian di periode sebelumnya yakni peringkat 62 dari 70 negara pada 2015.

Penurunan nilai rerata PISA Indonesia terjadi di seluruh kompetensi yang diujikan. Dalam kompetensi membaca, dari 397 poin pada 2015 menjadi 371 poin pada 2018. Sementara, nilai rerata negara OECD adalah 487.

“Kemampuan membaca sampai tingkat 2 siswa Indonesia hanya sekitar 30 persen. Sementara rerata kompetensi membaca siswa di negara-negara OECD sudah mencapai 77 persen. Artinya, para siswa Indonesia memiliki kesulitan untuk menginterpretasikan isi bacaaan dengan naskah panjang,” kata Bernada dan Nugroho.

Untuk matematika, hanya 28 persen siswa Indonesia yang mampu sampai kemahiran tingkat 2 atau lebih. Padahal, rerata siswa di negara-negara OECD sudah mencapai 76 persen. Sedangkan untuk kemampuan sains, hanya 40 persen siswa Indonesia mampu berada di tingkat kemahiran tingkat 2. Sedangkan rerata OECD, mencapai 78 persen.

Kemahiran di tingkat 2 berarti siswa dapat mengenali penjelasan yang tepat tentang suatu fenomena dan bisa mengidentifikasi dengan menggunakan pengetahuannya.

Ilustrasi - Tidak hanya kompetensi pendidik, kurikulum dan sarana-prasarana pendidikan juga menjadi syarat mutlak guna menghasilkan kualitas yang baik dalam sistem pendidikan. (Antara/Irsan Mulyadi)

Begitupun di tingkat perguruan tinggi. Bernada dan Nugroho mengatakan Universitas Indonesia yang menjadi unggulan dalam negeri saja masih berada di posisi 801 dari 1.500 perguruan tinggi di 93 negara dalam The World University Ranking 2021 yang dirilis oleh Times Higher Education (THE).

Sehingga muncul pertanyaan apakah Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia siap menyongsong Revolusi Industri 4.0? Apakah Indonesia bisa memanfaatkan bonus demografi?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam beberapa kesempatan terus menekankan pembangunan SDM yang unggul. Seperti dalam acara puncak Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-77 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Hari Guru Nasional (HGN) Tahun 2022 di Semarang pada 3 Desember 2022.

Ada tiga komponen utama dalam mencetak SDM yang unggul. Pertama penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peningkatan keterampilan teknis yang relevan dengan perkembangan zaman. Terkait ini, guru harus kreatif dan terus memperbaharui kemampuannya dalam proses pengajaran dengan berbagai ilmu maupun teknologi baru yang terus bermunculan.

“Guru pun harus selalu meng-update informasi dan proses yang terpenting dalam pengajaran, menurut saya, saat ini adalah bagaimana proses pengajaran itu agar anak memiliki daya kritis yang baik sehingga fleksibilitas itu diperlukan, tidak kaku, harus fleksibel karena ilmunya berkembang sangat cepat sekali,” pesan Jokowi.

Kedua, mentalitas dan karakter. Sikap santun, jujur, budi pekerti yang baik, peduli terhadap sesama, kerja keras, dan mampu bergotong royong kian penting untuk diajarkan dan harus terus dibangun.

“Karakter kebangsaan yang kuat, karakter yang pancasilais, yang moderat, yang toleran, yang tahu mengenai Bhinneka Tunggal Ika, ini juga adalah sebuah keharusan,” imbuhnya.

Komponen ketiga adalah sehat jasmani. Fisik dan mental harus sehat.

“Jadi, unggul prestasi akademisnya, unggul keterampilannya, tetapi juga unggul karakter sosial dan kebangsaannya, dan unggul pula kesehatan raganya. Harus komplet, ini tugas berat Bapak, Ibu semuanya,” imbuh Jokowi.

Kreatif dan Kritis

Bernada dan Nugroho pun mengakui creative thinking dan critical thinking menjadi poin penting. Kreativitas sangat penting untuk menyiasati segala keterbatasan, memecahkan masalah dalam berbagai aspek kehidupan, sekaligus menghasilkan peluang. Kemampuan siswa dalam berpikir kreatif dapat menentukan kesuksesan dalam belajar.

“Guru yang baik harus mampu mengelola kelas agar murid dapat berpikir kreatif. Interaksi antara guru dan murid harus dibangun sehingga menghasilkan konstruksi berpikir yang kreatif,” kata mereka dalam buku ‘Indonesia Menuju 2045 SDM Unggul dan Teknologi Adalah Kunci’.

Ilustrasi - Kemampuan siswa dalam berpikir kreatif dapat menentukan kesuksesan dalam belajar. (Antara/Fransisco Carolio)

Ada lima indikator berpikir kreatif, yakni:

  1. Kelancaran

    Ditunjukkan dengan cara berpikir yang mengacu kepada kuantitas hasil. Orang dengan indikator ini memiliki ciri dapat mencetuskan banyak gagasan dalam pemecahan masalah. Memberikan banyak jawaban dalam menjawab suatu pertanyaan. Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal, dan bekerja lebih cepat serta melakukan lebih banyak tindakan daripada orang lain.

  2. Fleksibilitas

    Membuat orang mampu melewati perubahan dalam memahami tugas. Melewati perubahan strategi dalam melakukan tugas atau perubahan arah pemikiran, membuat interpretasi baru terhadap tujuan. Dengan demikian, murid dapat menghasilkan gagasan penyelesaian masalah atau jawaban suatu pertanyaan secara bervariasi. Mereka dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda dan menyajikan suatu konsep dengan cara yang berbeda pula.

  3. Orisinalitas dalam berpikir

    Ini berarti murid mampu mengeluarkan pendapat yang tidak biasa atau berbeda dengan yang lain. Namun, pendapat itu masuk akal dan memiliki dasar.

  4. Elaborasi

    Adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan langkah-langkah rinci untuk membuat rencana kerja.

  5. Evaluasi

    Murid harus dapat menemukan kebenaran suatu pertanyaan atau kebenaran suatu rencana penyelesaian masalah. Sebagai orang yang kreatif, ia tidak hanya mampu mencetuskan gagasan penyelesaian suatu masalah, tetapi juga dapat melaksanakannya dengan benar. Ketika memutuskan sesuatu, dia punya alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Adapun berpikir kritis adalah kemampuan untuk berpikir jernih dan rasional tentang apa yang harus dilakukan atau apa yang ingin diyakini sebagai kebenaran. Berpikir kritis bukan semata kemampuan mengumpulkan informasi, tetapi juga dapat memanfaatkannya untuk menyelesaikan masalah.

Murid yang mampu berpikir kritis akan bertanya ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’. Bukan hanya ‘apa’ yang terjadi pada suatu peristiwa. Dia akan mencari bukti-bukti yang mendukung suatu fakta. Jika diperlukan, dia akan beradu pendapat dengan cara yang masuk akal, bukan dengan emosi.

“Terhadap suatu peristiwa, siswa yang kritis terbuka terhadap lebih dari satu penjelasan. Dia mampu membandingkan jawaban-jawaban yang beragam dan menentukan mana yang terbaik. Umumnya, murid yang punya kecenderungan kritis adalah mereka yang suka bertanya. Selain itu, anak yang kritis biasanya kreatif, tekun, dan objektif," imbuh Bernada dan Nugroho.

Memang tidak hanya kompetensi pendidik, kurikulum dan sarana-prasarana pendidikan juga menjadi syarat mutlak guna menghasilkan kualitas yang baik dalam sistem pendidikan.