JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani optimistis pemulihan ekonomi Indonesia tetap kuat di tengah pelemahan prospek ekonomi global. Pada kuartal III 2022, ekonomi mampu tumbuh 5,72 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya.
Secara keseluruhan, APBN 2022 berkinerja baik. Begitupun dari sisi eksternal, tren surplus neraca perdagangan terus berlanjut hingga memasuki bulan ke-30, tepat pada Oktober 2022 surplus sebesar 5,67 miliar dolar AS.
“Ekspor dan impor bulan Oktober 2022 tumbuh positif didukung naiknya ekspor migas dan non migas. Ekspor tumbuh 12,30 persen (yoy) dan impor tumbuh 17,44 persen (yoy) meski mengalami penurunan 3,40 persen dari bulan sebelumnya,” kata Sri Mulyani dalam APBN Kita edisi November 2022.
Namun, berbagai ketidakpastian dan risiko akibat tekanan global tetap harus diwasdai dan dimitigasi. Saat ini saja, menurut Sri, harga komoditas global masih tinggi dan cenderung mudah berubah, begitupun harga energi dan sejumlah komoditas pangan yang kembali menunjukkan tendensi kenaikan kembali. Belum lagi tingkat inflasi setiap negara yang cenderung meninggi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi), ketika berpidato di Pertemuan Tahunan Bank Indonesia Tahun 2022, pun kembali mengingatkan agar tetap berhati-hati dalam menghadapi kondisi global pada 2023 yang masih penuh ketidakpastian dan sulit diprediksi.
“Kita semuanya harus optimis tahun depan tetapi tetap harus hati-hati, harus waspada setiap membuat policy, fiskal moneter harus selalu berbicara, harus selalu berdampingan sehingga semua policy yang ada itu betul-betul bermanfaat bagi rakyat dan negara,” ucap Jokowi.
Nilai ekspor Indonesia memang meningkat, tetapi bukan tidak mungkin akan menurun drastis tahun depan karena terdampak situasi perekonomian di sejumlah mitra dagang Indonesia, seperti China, Amerika, dan Uni Eropa.
“Problem di Tiongkok yang belum selesai sehingga ekonomi mereka juga turun karena policy nol COVID-19. Kemudian di Uni Eropa juga sama. Pelemahan ekonomi pasti, resesinya kapan, tinggal ditunggu saja, kita tunggu saja tapi pelemahan ekonomi pasti. Di Amerika juga sama, Fed Funds Rate terus naik. Artinya, itu mengerem pertumbuhan, artinya ekonominya pasti akan melemah. Ekspor kita ke sana juga gede banget, ekspor kita ke Tiongkok itu gede banget, ke Uni Eropa juga gede. Oleh sebab itu, hati-hati,” papar Jokowi pada 30 November 2022.
Badan Pusat Statistik mencatat ekspor nonmigas Agustus 2022 terbesar adalah ke China sebesar 6,16 miliar dolar AS, disusul Amerika Serikat sebesar 2,59 miliar dolar Amerika dan India 2,47 miliar dolar AS, dengan kontribusi ketiganya mencapai 42,84 persen.
Sementara ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar 4,77 miliar dolar AS dan 2,30 miliar dolar Amerika.
Lalu, terkait investasi. Ini, menurut Jokowi, juga memiliki peranan penting dalam menghadapi kondisi global. Bagaimanapun Indonesia tidak akan mampu bila hanya mengandalkan APBN, tetap butuh investor.
Beri Jalan Investor
Itulah mengapa, kepercayaan investor harus tetap dijaga. Implementasi dari upaya reformasi struktural yang dilakukan pemerintah juga harus tetap terjaga.
“Kita memang ingin membangun sebuah cara-cara kerja baru, kita ingin membangun sebuah mindset baru, itulah yang menimbulkan trust dan kepercayaan terhadap kita. Tapi hati-hati, masih perlu policy-policy yang kita reform, dan perlu pelaksanaan di lapangan yang benar,” ujarnya.
BACA JUGA:
Terlebih, pada 2023, pemerintah sengaja menaikkan target investasi dari Rp1.200 triliun pada 2022 menjadi Rp1.400 triliun pada 2023. Memang tidak mudah, tetapi Jokowi optimistis pemerataan pembangunan yang dilakukan di seluruh Tanah Air akan mampu menarik minat para investor menanam modal di Indonesia.
“Saya titip kepada seluruh kementerian, kepada gubernur, kepada bupati, kepada wali kota, jangan sampai ada yang mempersulit, mengganggu arus modal masuk dalam rangka investasi. Karena ini menjadi salah satu kunci pertumbuhan ekonomi kita,” kata Presiden Jokowi.
Analisis Setiap Investasi
Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Kwik Kian Gie tak menampik Indonesia memang tak bisa hanya mengandalkan kemampuan keuangan negara untuk pembangunan. Perlu ada investor asing dan investor swasta. Namun, harus diteliti lebih jauh sejauh mana manfaat yang diberikan oleh investor asing untuk bangsa Indonesia.
“Yang selalu didengungkan adalah kesempatan kerja, pajak, dan transfer teknologi. Dalam hal kesempatan kerja, faktanya perusahaan ke depan akan semakin banyak mengarah ke penggunaan teknologi informasi, kecerdasan buatan, robot dan sejenisnya untuk menggantikan tenaga manusia,” kata Kwik Kian Gie dalam tulisannya, ‘Investasi Asing, Siapa Menikmati’ di Kompas.
Dia menceritakan kisah bank dari Amerika Serikat yang akan membuka cabang di Indonesia. Bank inilah yang kemudian menjadi investor asing pertama di Indonesia. Syarat awal, investor bersama dengan aplikasinya harus menyetor modal ekuitas yang didepositokan pada bank-bank BUMN dengan tingkat bunga sekitar 24 persen per tahun.
Akibat birokrasi yang masih lemah, izin operasi baru keluar setelah dua tahun. Alhasil, sambil menunggu izin operasi, bank telah menikmati 48 persen dari investasinya.
Ketika mulai beroperasi, popularitas bank asing tersebut mampu mengalahkan bank-bank domestik yang telah ada lebih dulu. Bank menerima giro, deposito, dan kebanjiran uang tabungan dari rakyat Indonesia. Uang yang terkumpul kemudian dikeluarkan kembali dalam bentuk pinjaman dengan bunga kredit yang lebih tinggi. Selisihnya adalah laba bruto buat bank yang dinamakan ‘spread’.
Yang terjadi ketika itu, kata Kwik, bagian terbesar dari kredit diberikan kepada perusahaan-perusahaan asing dibanding untuk bangsa Indonesia.
“Apa artinya? Bank asing didirikan dengan modal ekuitas 48 persen disediakan oleh pemerintah dalam bentuk bunga sebesar 24 persen per tahun. Setelah itu, bank kebanjiran giro, tabungan, dan deposito dari masyarakat Indonesia, yang bagian terbesarnya diberikan kepada perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia,” tulis Kwik.
Kondisi yang sama, menurut Kwik, kurang lebih masih terjadi di Indonesia sekarang ini. “Maka, kalau kita mengundang investasi asing, kondisi seperti ini perlu disadari dan pemerintah perlu mempekerjakan para analis keuangan yang benar-benar sangat ahli.”
“Apakah ini berarti bahwa sebaiknya kita melarang investor asing melakukan investasi di Indonesia? Jelas tidak!” kata Kwik.
Yang harus dilakukan adalah pandai menghitung dan bernegosiasi dengan investor asing supaya pembagian manfaatnya antara mereka dan bangsa Indonesia adil.
“Untuk itu, dibutuhkan tim yang benar-benar ahli dalam bidang ekonomi perusahaan, terutama mahir dalam melakukan analisis neraca dan laporan laba/rugi dari setiap perusahaan besar, baik asing maupun swasta,” imbuh Kwik Kian Gie, yang juga mantan Kepala Bappenas.